Jumat 09 Dec 2016 20:30 WIB

Untuk Kaum Muslimah, Ingatlah yang Satu Ini...

Rep: A Syalabi Ichsan/ Red: Agung Sasongko
Panti pijat (ilustrasi)
Foto: IST
Panti pijat (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA --  Sentra kesehatan dan kebugaran menjamur di kota-kota besar. Banyak di antaranya yang menyediakan jasa pemijatan lengkap dengan spa, sauna, hingga fasilitas seperti pedicure dan medicure. Kaum hawa pun sering kali menggunakan jasa tersebut. Meski demikian, jasa pijat tradisional juga tidak kalah eksis. Jasa pijat yang diwariskan turun temurun ini muncul di pojok-pojok ibu kota dengan tawaran harga yang lebih ekonomis.

Ada kalanya pusat kebugaran dan jasa pijat tradisional menyediakan terapis laki-laki. Tak jarang, mereka juga memijat kaum hawa. Lantas, bagaimana hukumnya bagi kaum perempuan yang dipijat oleh pria? Apakah dibolehkan selama bertujuan untuk menyehatkan badan?

Pada 19 Juli 1982, Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) menetapkan pada dasarnya, panti pijat adalah suatu sarana/tempat untuk pengobatan. Karena itu, hukumnya mubah. Hanya, MUI memberi pengecualian jika dalam pelaksanaannya terdapat hal-hal yang melanggar ketentuan syariat, maka hukumnya menjadi haram.

Pengertian pijat adalah suatu upaya yang dilakukan manusia untuk mengembalikan kesehatan tubuh atau meningkatkan kesegaran jasmani dengan cara memijat seluruh  atau bagian-bagian tertentu dari anggota tubuh seseorang. Tujuan tersebut dapat tercapai jika pemijat harus memiliki keahlian, baik diperoleh dari keturunan, bakat, maupun dengan menempuh pendidikan atau latihan.

MUI DKI Jakarta mempertajam fatwa MUI pusat lewat fatwa tertanggal 12 Agustus 2000. Pijat merupakan upaya manusia untuk meningkatkan dan mengembalikan kesegaran jasmani, diperbolehkan oleh ajaran Islam. Menjadi suatu hal yang wajar jika pelaksanaan pijat tersebut tidak bertentangan dengan ketentuan-ketentuan agama.

MUI pun mengungkapkan, ketentuan-ketentuan tersebut di antaranya adalah jika yang dipijat pria, yang memijat harus pria.  Sebaliknya, jika yang dipijat wanita,  yang memijat harus wanita, kecuali jika mereka suami istri atau masih memiliki hubungan mahram atau tidak dikhawatirkan terjadinya hal-hal yang tidak dikehendaki.

Apa yang diputuskan MUI DKI Jakarta berdasarkan  pada hadis yang diriwayatkan Imam al-Bukhari dan Muslim dari sahabat Ibnu 'Abbas RA. sebagai berikut: "Janganlah sekali-kali seseorang lelaki berkhalwat (bersepi-sepi) dengan wanita (lain yang tidak mempunyai hubungan mahram), kecuali jika dibarengi mahramnya."

Koridor syariat yang membatasi bolehnya jasa pijat juga soal kegiatan maksiat. Sudah menjadi rahasia umum jika beberapa oknum penjual jasa prostitusi memakai kedok pijat untuk bisnisnya. Jasa ini juga menyediakan oknum terapis yang siap diajak berzina. Ini pun diharamkan oleh Allah SWT dan Rasul-Nya karena agama Islam tidak membenarkan dua insan yang berlainan jenis tanpa ikatan suami istri atau hubungan muhrim di tempat tertutup sehingga menimbulkan dampak negatif.

"Katakanlah kepada orang laki-laki yang beriman. Hendaklah mereka menahan pandangannya dan menjaga kemaluannya, yang demikian itu adalah lebih suci bagi mereka. Sesungguhnya Allah mengetahui apa yang mereka buat. (QS an-Nur: 30).

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement