REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Ketua Tim Penasihat Hukum Ahok, Trimoelja Soerjadi merasa keberatan dengan proses sidang kasus dugaan penistaan agama dengan terdakwa Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok yang terlalu cepat dan dipaksakan.
Menurutnya, sidang Ahok terjadi lantaran adanya desakan masyarakat lantaran memanasnya kondisi politik usai Buni Yani mengunggah video Ahok di Kepulauan Seribu. Hal ini disampaikan Kuasa Hukum Ahok kepada Majelis Hakim saat Tim Kuasa Hukum membacakan eksepsinya usai Jaksa Penuntut Umum (JPU) membacakan dakwaannya.
"Pengadilan ini terjadi karena desakan massa, karena ketika video versi full diupload, saat itu tidak ada orang yang marah dan tersinggung," katanya.
Menurutnya, masyarakat mulai terprovokasi saat Buni Yani yang mengunggah video memasukkan transkrip perkataan Ahok yang tidak diketik secara utuh. Ia melanjutkan, setelah sembilan hari kemudian, setelah mendengar transkrip video yang provokatif oleh Buni Yani, terjadilah prostes yang berkembang dan berujung pada aksi demo-demo yang berkelanjutan.
"Marilah kita sebut aksi ini adalah tekanan massa yang mengakibatkan timbulnya proses hukum yang sangat cepat, yang terjadi di luar kebiasaan. Karena hanya dalam waktu tiga hari sejak gelar perkara, sudah p21 di kejaksaan dan dalam hitungan jam sudah dilimpahkan ke pengadilan," katanya lagi.
Dalam persidangan, Jaksa Penuntut Umum (JPU) Pengadilan Negeri Jakarta Utara Ali Mukartono mendakwa Ahok dengan Pasal 156 KUHP tentang penodaan agama. Jaksa menilai Ahok dengan secara sengaja menggunakan Surah Al Maidah ayat 51 saat menyampaikan pidato di Kepulauan Seribu.
"Bahwa dengan perkataan terdakwa tersebut seolah-olah Al Maidah 51 telah dipergunakan oleh orang lain untuk membohongi atau membodohi masyarakat dalam pemilihan kepala daerah," kata Ali kepada Majelis Hakim.
Padahal, sambung dia, Ahok sendiri yang menggunakan surat Al Maidah untuk membohongi proses pemilihan kepala daerah.
"Bahwa meskipun kunjungan tidak ada hubungannya dengan pelaksaanan Pilgub DKI Jakarta, maka ketika terdakwa memberikan sambutan dengan sengaja memasukkan kalimat yang berkaitan dengan agenda pemilihan gubernur DKI dengan mengaitkan surat Al Maidah ayat 51," kata Ali.
Menanggapi cepatnya proses hukum, usai persidangan Ali menegaskan pihaknya telah bekerja sesuai prosedur. Menurutnya, berkas perkara Ahok telah memenuhi syarat formil dan materil, sehingga Jaksa wajib menyerahkan kasus tersebut ke pengadilan.
"Silakan saja, itu persepsi penasihat hukum. Tapi bagi JPU, hanya semata-mata berkas perkara yang dikirim oleh penyidik Polri itu dibuat di atas sumpah jabatan," jelas Ali kepada wartawan.
Ali kembali menegaskan, JPU telah bekerja profesional dan tidak menerima intervensi dari pihak manapun. Ali pun memastikan dia, sejumlah aksi yang menuntut Ahok dipenjara tidak akan mempengaruhi independensi kejaksaan.
"Tidak ada (intervensi), kami fokus pada berkas. Kalau pun ada massa seperti ini, kami lihat itu sebagai bagian dari dinamika saja. Hukum kan untuk hukum itu sendiri, bukan karena massa," tegasnya.
Ali justru merasa heran atas pernyataan tim penasihat hukum yang menganggap penanganan kasus Ahok melanggar HAM. Karena, berdasarkan penyidikan, perbuatan Ahok dianggap telah memenuhi unsur pidana.
"Melanggar HAM bagaimana, letaknya di mana, saya juga kurang bisa mengerti. Tapi dari dakwaan itu, kembali ke perbuatan beliau bahwa hasil penyidikan menyatakan seperti itu (adanya perbuatan pidana)," kata Ali.
Ali menganggap wajar pembelaan tim penasihat hukum Ahok dalam eksepsinya. Namun pihaknya bakal membuktikan bahwa Ahok bersalah pada persidangan berikutnya.
"Nanti tahapan selanjutnya adalah pemberian pendapat dari JPU. Jadi nanti akan kami jelaskan. Karena itu nanti bukan seperti pendapat dari penasihat hukum. Penjelasannya seperti apa, nanti kalian dengar semua," tandasnya.