Jumat 06 Jan 2017 15:18 WIB

Kemenkeu: 92 Persen Biaya STNK dan BPKB Dikembalikan ke Masyarakat

Rep: Sapto Andika Candra/ Red: Nidia Zuraya
BPKB dan STNK
Foto: biartau.com
BPKB dan STNK

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Keuangan (Kemenkeu) kembali buka suara soal kebijakan pemerintah untuk menaikkan tarif administrasi kendaraan bermotor yang berlaku per Jumat (6/1) ini. Direktur Jenderal Anggaran Kemenkeu Askolani menjelaskan, pertimbangan utama kenaikan tarif pengurusan dokumen kendaraan termasuk surat tanda nomor kendaraan (STNK), Buku Pemilik Kendaran Bermotor (BPKB) dan pelat nomor kendaraan adalah demi peningkatan pelayanan. 

Askolani menyebutkan, 92 persen dari seluruh tarif yang masuk melalui Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) digunakan sebagai kompensasi pelayanan di kepolisian. Sementara sisanya, 8 persen dari seluruh PNBP yang didapat akan disetor ke dalam penerimaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Artinya, penerimaan ini akan berbaur dengan sumber penerimaan negara lainnya untuk membiayai berbagai macam keperluan termasuk pendidikan dan pelayanan publik lainnya. 

"Jadi ini kembali ke masyarakat, tidak digunakan untuk yang lain. Dan hanya boleh digunakan untuk kegiatan pelayanan PNBP," ujar Askolani di Kantor Staf Presiden, Jumat (6/1). 

Askolani juga menegaskan bahwa penyesuaian tarif ini sudah dilakukan melalui pembahasan mendalam lintas kementerian dan lembaga seperti Kemenkeu, Polri, Badan Anggaran DPR, dan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Bahkan, lanjutnya, Badan Anggaran DPR memberi masukan penyesuaian tarif PNBP lantaran nihilnya penyessuaian tarif sejak 2010 lalu. Parlemen, lanjut Askolani, memberikan masukan kepada pemerintah untuk melakukan penyesuan sejumlah pungutan tarif yang dipandang bisa dipungut secara akuntabel. 

Tak hanya itu, Askolani mengungkapkan bahwa kebijakan ini juga berlatar pada hasil audit BPK yang menemukan masih adanya kelemahan dalam penetapan pemungutan. "Kalau kita memungut tidak sesuai tarifnya itu juga jadi temuan BPK. Hal inilah akhirnya revisi tarif ini dilakukan. Dan kita juga tau bahwa biaya BPKB itu 5 tahun sekali diterbitkan. Jadi bukan 1 tahun sekali," kata Askolani. 

 

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement