Kamis 12 Jan 2017 13:54 WIB

ICW: Faktor Utama Terjadi Korupsi di Birokrasi karena Tekanan Atasan

Rep: Umar Mukhtar/ Red: Angga Indrawan
Korupsi, ilustrasi
Korupsi, ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Peneliti dari Indonesia Corruption Watch Ade Irawan menyatakan berbagai bentuk tindakan korupsi yang dilakukan aparat birokrasi sebetulnya terjadi karena ada tekanan dari atasannya. Ini, kata dia, menjadi faktor utama kenapa korupsi di tingkat birokrasi selalu ada.

Ade menjelaskan, ada faktor internal yang membuat adanya korupsi di birokrasi. Misalnya, dengan melakukan pemerasan, memanipulasi tender, ataupun dengan membuat kegiatan fiktif. Lewat cara itulah, kata Ade, seorang oknum di birokrasi bisa mendapat pendapatan lain melalui adanya pembayaran transportasi, hotel, dan uang saku. 

"Mencari rente lewat hotel, uang saku, dan transport. Ini bisa dengan mudah disiasati," tutur dia dalam sebuah diskusi di Menteng, Jakarta, Kamis (12/1).

Namun, faktor internal tersebut bukan menjadi yang utama. Menurut Ade, ada faktor utama yang menjadi alasan oknum di birokrasi melakukan korupsi, yaitu tekanan dari atasan. "Faktor internal bukan satu-satunya faktor. Ada faktor utama, tekanan dari atasan. Ini konteksnya di daerah, kepala daerah atau DPRD. Makanya, birokrasi dalam alur korupsi ini hanyalah eksekutor dari yang dibuat oleh atasannya," tutur dia.

Dalam konteks itulah, aparat di birokrasi sebetulnya hanya menjadi eksekutor dari apa yang telah dibuat atasannya. Secara tidak langsung pula, birokrasi dipaksa untuk berbuat korup. Alhasil, birokrasi yang semestinya melayani masyarakat, malah melayani penguasa. 

"Supaya aman, harus terus melayani pejabat politik misalnya kepala daerah dan DPRD dengan cara memanipulasi tender atau mencarikan logistik untuk pejabat poltik tadi. Birokrasi dipaksa untuk melayani kekuasaan. Sebetulnya ini sudah bukan cerita baru lagi," kata dia.

 

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
يَسْتَفْتُوْنَكَۗ قُلِ اللّٰهُ يُفْتِيْكُمْ فِى الْكَلٰلَةِ ۗاِنِ امْرُؤٌا هَلَكَ لَيْسَ لَهٗ وَلَدٌ وَّلَهٗٓ اُخْتٌ فَلَهَا نِصْفُ مَا تَرَكَۚ وَهُوَ يَرِثُهَآ اِنْ لَّمْ يَكُنْ لَّهَا وَلَدٌ ۚ فَاِنْ كَانَتَا اثْنَتَيْنِ فَلَهُمَا الثُّلُثٰنِ مِمَّا تَرَكَ ۗوَاِنْ كَانُوْٓا اِخْوَةً رِّجَالًا وَّنِسَاۤءً فَلِلذَّكَرِ مِثْلُ حَظِّ الْاُنْثَيَيْنِۗ يُبَيِّنُ اللّٰهُ لَكُمْ اَنْ تَضِلُّوْا ۗ وَاللّٰهُ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيْمٌ ࣖ
Mereka meminta fatwa kepadamu (tentang kalalah). Katakanlah, “Allah memberi fatwa kepadamu tentang kalalah (yaitu), jika seseorang mati dan dia tidak mempunyai anak tetapi mempunyai saudara perempuan, maka bagiannya (saudara perempuannya itu) seperdua dari harta yang ditinggalkannya, dan saudaranya yang laki-laki mewarisi (seluruh harta saudara perempuan), jika dia tidak mempunyai anak. Tetapi jika saudara perempuan itu dua orang, maka bagi keduanya dua pertiga dari harta yang ditinggalkan. Dan jika mereka (ahli waris itu terdiri dari) saudara-saudara laki-laki dan perempuan, maka bagian seorang saudara laki-laki sama dengan bagian dua saudara perempuan. Allah menerangkan (hukum ini) kepadamu, agar kamu tidak sesat. Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.”

(QS. An-Nisa' ayat 176)

Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement