Senin 16 Jan 2017 19:16 WIB

Walhi: Pergub Reklamasi Melanggar Hukum

Rep: Ahmad Islamy Jamil/ Red: Ilham
Foto udara proyek reklamasi Teluk Jakarta, Selasa (15/11).
Foto: Antara/Dedhez Anggara
Foto udara proyek reklamasi Teluk Jakarta, Selasa (15/11).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Langkah gubernur DKI nonaktif Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) menerbitkan Peraturan Gubernur DKI No 206 Tahun 2016 pada 26 Oktober lalu menuai kecaman dari sejumlah kalangan. Pasalnya, pergub yang membahas tentang Panduan Rancang Kota Pulau C, Pulau D, dan Pulau E Hasil Reklamasi Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta (Pergub PRK Pulau C, D, dan E) itu dinilai hanya untuk menguntungkan para pengembang reklamasi.

Manajer Hukum dan Litigasi Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi), Ronald Siahaan mengatakan, Pergub DKI No 206 Tahun 2016 yang diterbitkan Ahok telah melanggar hukum. Alasannya, pergub itu tidak mendasarkan kajian lingkungan hidup satrategis yang telah ditegaskan oleh Peraturan Pemerintah (PP) No 46 Tahun 2016.

"PP itu mewajibakan kepada para pembuat kebijakan untuk melakukan kajian lingkungan hidup strategis, sebelum membuat perumusan tata ruang wilayah beserta rinciannya. Tapi itu tidak dilakukan oleh Ahok," ujar Ronald kepada wartawan di Jakarta, Senin (16/1).

Dia mengatakan, Peraturan Menteri Lingkungan Hidup (Permen LH) No 5 Tahun 2012 juga mewajibkan panduan rancang kota atau PRK memiliki kajian analisis mengenai dampak lingkungan (amdal) untuk kegiatan pembangunan perumahan dan kawasan permukiman dengan luas dari 25 hingga 2.000 hektare. Namun, amdal itu tidak dipenuhi Ahok ketika menerbitkan Pergub DKI No 206/2016.

Padahal, luas Pulau C, D, dan E jika ditotal ketiganya mencapai 872 hektare. Pulau-pulau itu sendiri didesain oleh para pengembang untuk kawasan permukiman dan pusat bisnis.

Pada saat nasib pulau-pulau reklamasi mengalami pesakitan di pengadilan, kata Ronald, Ahok malah melakukan perbuatan melawan hukum secara diam-diam dengan menerbitkan Pergub No 206/2016 tersebut. "Seharusnya, ketika kasus reklamasi tengah berpolemik di pengadilan, gubernur selaku eksekutif tidak boleh membuat kebijakan yang kontroversial. Tambahan lagi, moratorium reklamasi Teluk Jakarta sampai hari ini belum lagi dicabut oleh KLHK (Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan)," kata Ronald.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement