REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Seorang filsuf dan juga seniman asal Irak yang hidup pada abad 12 M Muwaffaq al-Din Abdl al-Latif al-Baghdadi, mendokumentasikan gairah para penguasa itu untuk mempertahankan dan menjaga warisan bersejarah. Sosok yang pernah bertemu langsung dengan Shalahuddin al-Ayyubi itu melakukan layatan ke beberapa negara, seperti Palestina, Syam (Suriah kini), Irak, dan Mesir.
Tokoh yang dikenal pula sebagai pelancong itu mencatat dalam kitabnya yang berjudul Al-Ifadah wa al-I'tibar fi al-Umur al-Musyahadah wa al-hawadits al-Muayanah fi al-Ardh, kesadaran pelestarian situs-situs tersebut dianggap sebagai bentuk mempertahankan sebuah identitas. Agar, generasi mendatang mengatahui dinamika perjalanan bangsa terdahulu mereka. Dengan demikian, bisa mengambil pelajaran dan tak mudah tercerabut dari akar budaya.
Kepedulian untuk melestarikan situs-situs bersejarah peninggalan masa lalu tersurat dengan tegas di kutipan bait syair gubahan seorang qadi yang hidup pada abad keenam Hijriyah, yaitu Abu Ya'la al-Ma'ari. Ia menulis:
Aku melintasi sisa puing-puing peninggalan Firaun
Ada tumpukan batu dan cangkul di sana
Jika itu dibiarkan, maka bisa memancing pengerusakan
Baik oleh orang yang lalu lalang atau pengunjungnya
Di puisinya itu, tokoh yang yang bermazhab Syafii itu bertutur tentang kurangnya pemeliharaan terhadap warisan nenek moyang. Ini terlihat dari menumpuknya bebatuan sehingga bisa mengancam eksistensi situs tersebut.
Abu Ya'la prihatin. Dia mencermati, berempati, peka, lalu mencatat. Tangan jahil dan ulah brutal manusia bisa membumihanguskan warisan berharga itu. Jauh sebelum dunia Barat melek akan pentingnya pemeliharaan warisan leluhur melalui pendirian UNESCO pada 1945.
Situs-situs sejarah itu merupakan warisan yang tak ternilai. Terlepas dari apa pun identitas dan maksud sebuah bangunan, setidaknya, peninggalan para pendahulu itu menjadi bahan renungan bagi generasi muda, sejauh manakah urgensi sejarah dan tentang identitas! Negara-negara adidaya menjadi kuat dan besar justru karena mempertahankan sejarah dan segala 'aksesorinya', sementara kita, entah sengaja atau tidak, malah memusnahkan jejak leluhur kita.