Senin 30 Jan 2017 08:30 WIB

Bos Raksasa Industri Teknologi AS Ramai-Ramai Kecam Kebijakan Trump

Aksi menolak larangan Muslim dari tujuh negara masuk ke AS oleh Presiden Donald Trump berlangsung di Connecticut.
Foto: AP
Aksi menolak larangan Muslim dari tujuh negara masuk ke AS oleh Presiden Donald Trump berlangsung di Connecticut.

REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Kebijakan Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump untuk membatasi masuknya imigran ke wilayah As menuai kecaman dari para petinggi perusahaan teknologi di Negeri Paman Sam tersebut. Industri teknologi di AS diketahui memang banyak mempekerjakan tenaga kerja asing.

Trump mengeluarkan larangan masuk bagi warga dari tujuh negara mayoritas muslim yakni Suriah, Iran, Irak, Yaman, Sudan, Somalia, dan Libya selama 90 hari ke depan serta penundaan penerimaan pengungsi selama 120 hari. Para pendatang yang sesuai dengan kriteria tersebut dan dalam perjalanan menuju AS pada Jumat (27/1) sore saat Trump menandatangani dokumen tersebut, ditahan dan dihentikan setibanya di bandara AS.

Begitu pula pengunjung yang telah memiliki visa resmi dan tiket pesawat menuju AS juga dicegah untuk terbang, beberapa bahkan terjebak di luar negeri saat transit perjalanan, segera setelah maskapai penerbangan dan bandara asing memahami dan mematuhi kebijakan imigrasi terbaru AS.

Kepala Eksekutif Netflix Inc Reed Hastings menyebut perintah eksekutif Trump sebagai "Minggu sedih". "Ini adalah waktu untuk bergandengan tangan bersama-sama dan melindungi nilai-nilai kebebasan di Amerika," ujar Hastings seperti dikutip Reuters, Ahad (29/1).

CEO Apple Inc Tim Cook mengirim surat kepada seluruh karyawan, dan mengatakan bahwa perintah eksekutif Trump bukan kebijakan yang mereka dukung. Cook juga berjanji akan membantu para karyawan yang terkena dampak kebijakan imigrasi Trump.

"Kami telah menyampaikan ke Gedung Putih dan menjelaskan efek negatif pada rekan kerja kami dan perusahaan kami," kata Cook menambahkan.

Elon Musk, pendiri Tesla dan SpaceX, yang bertemu dengan Trump baru-baru ini juga menyampaikan kecamannya lewan akun Twitter. "Larangan masuk bagi warga dari negara-negara tertentu, terutama muslim, bukan cara terbaik untuk mengatasi tantangan negara itu," tulis pengusaha kelahiran Afrika Selatan ini di akun Twitter pribadinya.

Bahkan, perusahaan layanan online penyedia penginapan Airbnb menawarkan tempat tinggal gratis kepada mereka yang tidak diizinkan masuk ke AS. "Tidak mengizinkan pengungsi dari negara lain masuk ke Amerika adalah tindakan yang tidak benar dan kita harus berdiri bersama mereka yang terkena dampak kebijakan ini," kata Co-founder dan CEO Airbnb  Brian Chesky. 

Aaron Levie, pendiri sekaligus CEO perusahaan penyimpanan online Box Inc menyebut perintah eksekutif imigrasi Trump sebagai tindakan tidak bermoral. "Ini bertentangan dengan nilai-nilai kita," ujarnya.

Sementara itu, CEO Google Sundar Pichai mengatakan dalam sebuah email kepada para staf bahwa lebih dari 100 karyawan Google akan terkena dampak kebijakan imigrasi Trump. Salah seorang karyawan Google yang kebangsaan Iran berhasil kembali ke Amerika Serikat hanya beberapa jam sebelum Presiden Trump mengeluarkan perintah eksekutif terkait kebijakan keimigrasian.

"Kami khawatir tentang dampak dari perintah eksekutif ini dan setiap proposal (eksekutif) yang dapat memberlakukan pembatasan kepada Google dan keluarga mereka, bisa menciptakan hambatan untuk membawa bakat besar ke AS," kata Google dalam sebuah pernyataan.

 

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement