REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sekretaris Jenderal Majelis Ulama Indonesia (MUI) Anwar Abbas mempertanyakan mengapa hanya Yayasan Keadilan Untuk Semua yang dipermasalkan soal penghimpunan dan penggunaan dana masyarakat. Ia mengatakan jangan sampai citra kepolisian jatuh karena ada kesan tebang pilih.
Anwas Abbas mengaku belum begitu paham bagaimana menghubungkan apa yang dilakukan Adnin Armas dengan masalah pencucian uang. Ia juga mengaku belum tahu uang mana yang masuk ke dan keluar dari rekening yayasan tersebut yang merupakan hasil tindak pidana.
Sebab yang ia tahu melalui berbagai pemberitaan, yang ada uang itu datang dari sumbangan umat untuk mendukung kegiatan Aksi 4 November 2016 (Aksi 411) dan Aksi 2 Desember 2016 (Aksi 212). Yang membuat Anwar heran pula adalah hanya yayasan ini yang dipermasalahkan.
''Kan juga banyak yayasan dan atau lembaga yang menghimpun dana dari masyarakat tetapi //kenapa// tidak diselidik dan dipersoalkan?,'' ujarnya, Kamis (23/2).
Ia jadi bertanya-tanya sendiri. Kalau ini dikategorikan sebagai penegakan hukum, Anwar mempertanyakan apakah penegakan hukum yang seperti ini tidak masuk kategori tebang pilih? Inilah yang menjadi kerisauan meluas di tengah masyarakat.
Masyarakat tidak anti terhadap penegakan hukum. Tapi yang diharapkan masyarakat adalah hal-hal serupa yang dilakukan oleh pihak lain semestinya juga dilakukan penegakan hukum.
''Oleh karena itu, rasanya adanya cara penegakan hukum seperti ini akan membuat masyarakat menjadi tidak percaya kepada pihak kepolisian. Ada kesan pihak kepolisian tidak lagi menjadi aparatur negara tapi menjadi aparat penguasa yang bekerja bukan untuk menegakkan hukum tapi untuk menegakkan kepentingan penguasa,'' jelasnya.
Kesan terhadap aparat penegak hukum seperti ini tentu jelas tidak boleh ada. Karena kalau kesan seperti ini tidak dihentikan, maka citra polisi akan jatuh di mata rakyat dan itu sangat berbahaya bagi kelanjutan dan eksistensi bangsa.
Masyarakat meminta ditegakkannya kesetaraan di hadapan hukum (equality before the law). Selama prinsip ini tidak ditegakkan maka masyarakat dan rakyat akan resah. Negara tidak boleh membiarkan rakyatnya hidup dalam keresahan karena tugas negara itu adalah menciptakan kehidupan yg aman tentram dan damai.
Untuk itu, penegakan prinsip equality before the law menjadi sebuah kemestian. Tampa itu, negeri ini akan menjadi negeri yang kacau dimana rakyatnya tidak bisa hidup dengan tenang. Kalau seandainya hal-hal seperti ini tidak segera dihentikan, rakyat akan bicara dan akan menyelesaikan masalah tersebut dg caranya sendiri.
''Hal ini tentu tidak baik bagi sebuah negara dan pemerintahan,'' ujarnya.
Sampai saat ini masyarakat lihat pihak-pihak yang merasa ada sesuatu yang salah dan tidak tepat dalam penegakan hukum di negeri ini telah melakukan gerakan yang halus. Mereka membuat imbauan moral agar pemerintah dan penegak hukum jangan melakukan praktek tebang pilih dalam penegakan hukum.
Sebelumnya, Kepolisian menetapkan Ketua Yayasan Keadilan Untuk Semua Adnin Armas menjadi tersangka kasus pencucian uang. Adnin diduga melanggar Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2004 tentang yayasan.
Gerakan Nasional Pengawal Fatwa MUI (GNPF) meminjam rekening Yayasan Keadilan Untuk Semua sebagai penampung sumbangan masyarakat untuk aksi pada 4 November 2016 (411) dan 2 Desember 2016 (212). Kepolisian menganggap hal itu sebagai tindak pidana pencucian uang.