REPUBLIKA.CO.ID, KAIRO -- Al-Azhar menggelar Muktamar Al-Azhar dan Majlis Hukama al Muslimien (Konferensi Internasional) pada 28 Februari-1 Maret 2017 di Kairo, Mesir. Konferensi tersebut mengusung tema Al Hurriyah wal Muwathanah At-Tanawwu'wal Al Takaamul atau kemerdekaan, kewarganegaraan, keberagaman dan integrasi. Salah satu tujuan dari konfrensdi tersebut untuk melawan Islamofobia.
Tokoh Pengurus Cabang Istimewa (PCI) Nahdlatul Ulama (NU) Mesir Muhamad Aunul Abied Shah mengatakan, pada Konferensi Internasional tersebut hadir tokoh-tokoh seluruh agama dan aliran yang ada di kawasan Timur Tengah. Khususnya tokoh-tokoh perwakilan Islam Sunni dan Syiah. Juga tokoh-tokoh perwakilan Kristen Protestan, Lutheran, Jesuit, Katolik dan gereja-gereja orthodoks timur.
"Tuan rumahnya sendiri adalah Al-Azhar, dalam hal ini Grand Syaikh Al Azhar. Sedangkan tamu kehormatannya adalah Pope Theodorus II (Patriark Gereja Marcusian Alexandria dari aliran Koptik Orthodoks Timur)," kata Aunul kepada Republika.co.id, Rabu (1/3).
Dia mengatakan, hikmah yang dapat di ambil dari Konferensi Internasional tersebut, semua diingatkan perlunya bersinergi dalam membersihkan citra agama. Khususnya membersihkan Islam dari pencitraan negatif. Ia menegaskan, melawan Islamophobia adalah salah satu target Konferensi Internasional tersebut.
Selain itu, dikatakan dia, konferensi tersebut juga untuk mengukuhkan Fikih Kewarganegaraan dan Kebinekaan yang inklusif. Tanpa mencabut akar dogmatis agama. Alasan diundangnya tokoh perwakilan dari aliran dan agama-agama lain bertujuan untuk menghilangkan gap sosial antar penganut agama yang berbeda. Sebab, menghilangkan gap tersebut harus dimulai dari para pemimpinnya.
"Konferensi ini dilaksanakan tepat pada waktunya yang krusial, baik dalam konteks nasional Mesir, maupun dalam konteks regional dan Internasional," ujarnya.
Dia mengatakan, yang dimaksud dalam konteks nasional, yakni ketika para teroris yang mengatasnamakan Islam di Kawasan Sinai Peninsula Mesir mulai menyasar para penduduk non Muslim. Mereka menyasar orang-orang nonmuslim yang mengungsi secara bergelombang. Sebelumnya, teroris yang mengatasnamakan Islam telah menyerang secara sadis sesama Muslim yang berbeda paham.
Sementara, yang dimaksud dalam konteks regional, yakni ketika ISIS melakukan genosida terhadap penganut agama lain dan sesama Muslim. ISIS juga mengatasnamakan dirinya sebagai ortodoksi Islam yang mereka klaim. Kemudian, yang dimaksud konteks secara Internasional, yakni ketika Islamophobia terjadi di mana-mana. Di semua belahan dunia.