REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Mabes Polri telah memulangkan tim Fromed Police Unite (FPU) ke-8 ke Indonesia. Mereka tiba sekitar 12.00 WIB di Bandara Halim Perdanakusuma, Jakarta Timur, Ahad (5/3).
Kadiv Hubinter Polri Irjen Saiful Maltha mengatakan, anggota FPU 8 tidak dapat langsung bertemu dengan keluarganya masing-masing. Mereka harus melakukan apel kedatangan terlebih dahulu di gedung Ramp Service Bandara Internasional Halim Perdanakusuma "Semua pasukan sudah tiba semua dengan selamat, baru saja," kata Maltha di Bandara Halim Perdanakusuma, Ahad (5/3).
Sayangnya, sebanyak 139 anggota FPU 8 tersebut tidak dapat bertemu dengan keluarganya langsung. Mereka terang Maltha, harus menjalani pemeriksaan kesehatan terlebih dahulu sebelum bertemu dengan anggota keluarga.
"Mereka sterilisasi dulu di Pusdikpol, Cikeas, kami akan cek kesehatan dulu, cek perlengkapan perang yang diberikan harus dipertangungjawabkan kembali," kata dia.
Untuk diketahui satgas FPU memiliki tugas ikut andil dalam mengendalikan ketertiban umum dan mendukung operasi Perserikatan bangsa-bangsa (PBB) yang membutuhkan bantuan FPU, termasuk dalam melindungi warga sipil.
Polri memiliki misi memelihara perdamaian dunia sejak 1989 dan mengirimkan 50 personel civilian Police ke misi perdamaian PBB untuk ke Nimbia yang saat itu baru merdeka. Sejak itu polri aktif mengirimkan anggotnya untuk juga mengambil peran seperti misi perdamaian di Kamboja, Mozambik, Kroasia, Bosnia, Afghanistan, Haiti, Somalia, dan Sudan.
Untuk pertama kalinya Polri mengirim FPU di Darfur, Sudan pada 15 Oktober 2008 lalu. Program ini pun dikukuhkan dengan perjanjian antara Indonesia dengan PBB dengan mengirimkan personelnya sebanyak 140 orang selama satu tahun masa tugas.
Sebelumnya Kepala Kepolisian RI Jenderal Tito Karnavian melepas kepergian FPU 9 di lapangan Baharkam Polri pada 19 Januari 2017. Keberangkatan FPU 9 bertujuan untuk menggantikan masa tugas FPU 8. Sayangnya karena ada suatu kendala sehingga FPU 8 yang harusnya pulang pada Januari lalu harus menunggu hingga awal Maret ini.
Masalah yang dimaksud adalah digana kepemilikan senjata dan amunisi yang diduga akan diselundupkan FPU 8 untuk dibawa pulang ke Indonesia. Namun Tito menegaskan, bahwa senjata tersebut bukan milik anggota FPU 8.