REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- KH Hasyim Muzadi bukanlah ulama yang terdiam di tengah polemik yang terjadi di Indonesia setahun terakhir. Mantan ketua umum PBNU tersebut bersikap ketika isu Alquran surah al-Maidah 51 dinodai yang berujung pada aksi bela Islam. Bahkan, Kiai Hasyim mengeluarkan pendapat keagamaan soal sikap Muslim dalam memilih pemimpin.
Sehari sebelum aksi superdamai pada Jumat, 2 Desember 2016, atau aksi 212, Hasyim mengatakan, esensi dan subtansi utama dari rentetan aksi umat Islam tersebut adalah pelaksanaan hukum seadil-adilnya terhadap kasus dugaan penistaan agama yang menyeret nama Gubernur DKI Jakarta nonaktif Basuki Tjahaja alias Ahok. “Tetap saja kuncinya adalah (proses hukum) Ahok,” kata Hasyim.
Anggota Dewan Pertimbangan Presiden (Wantimpres) itu mengajak umat Islam Indonesia mengambil pelajaran berharga dari kasus Ahok tersebut. Dia meminta umat Islam mengkoonsolidasi demokrasi dan menyusun strategi agar aspirasi Islam dapat dibawa dalam kerangka nasional melalui proses demokrasi. Sebab, umat Islam berhak memilih pemimpin sesuai keyakinannya. “Memilih pemimpin yang seagama itu bukan SARA,” katanya.
Hasyim juga mengingatkan kasus penistaan agama itu telah menyebabkan kerawanan nasional. “Gara-gara Pilkada DKI Jakarta, sawan (sakit)-nya sampai ke mana-mana?” katanya. Padahal, duduk persoalannya adalah ketersinggungan umat Islam atas ucapan Ahok.
Menurut Hasyim, kasus Ahok membesar dengan tiga impitan utama, yaitu umat Islam yang tersinggung karena kitab sucinya dinista dan mereka minta keadilan. Mereka inilah yang murni membela agama Islam.
Kedua, ada 'penumpang’ politik yang menunggangi protes tersebut. Ia mengibaratkan, penumpang tersebut lebih banyak ketimbang ‘kudanya’. Mulai dari tuntutan penegakan khilafah, penggulingan presiden, hingga pemikiran-pemikiran ekstrem lainnya.
Ketiga, muncul ujaran kebencian yang menyulut kerawanan, tidak hanya di DKI Jakarta, tetapi juga ke daerah-daerah di Indonesia. Hasyim mengingatkan, jangan sampai isu-isu agama ditunggangi untuk kepentingan-kepentingan kelompok. “Tidak pernah ada konflik agama yang tidak ditunggangi,” katanya.
Pada 13 November 2016, Kiai Hasyim juga pernah mengingatkan, jika konflik beragama meletus, kekuatan negara sulit untuk mengatasinya. Menurut dia, sebetulnya aksi demo umat Islam tidak perlu terjadi jika masalah dugaan penistaan agama itu diselesaikan dengan cepat. "Intinya di proses hukum, yang sekarang masih samar-samar," katanya. Mestinya, kata dia, presiden segera menemui pendemo yang ke Istana. "Semakin lama tertunda, maka emosi umat akan semakin meningkat, tentu masalahnya makin berat," katanya.
Menurut dia, masalah yang muncul akibat pernyataan Ahok itu menjadi viral di berbagai media sosial dan masyarakat karena yang diurusi pemerintah bukan pada inti persoalannya. Menurut dia, saran itu sudah disampaikan kepada presiden Jokowi berkali-kali.
Hari ini, KH Hasyim Muzadi mengembuskan napas terakhirnya. Pendiri Pondok Pesantren al-Hikam ini akan dikebumikan di Depok, Jawa Barat.