REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- 'Sesungguhnya Engkau tahu bahwa hati ini telah berpadu. Menghimpun dalam naungan cinta-Mu. Bertemu dalam ketaatan. Bersatu dalam perjuangan. Menegakkan syariat dalam kehidupan'
Sepenggal lirik nasyid bertajuk 'Doa Rabithah' menyejukkan jutaan manusia yang berkumpul di silang monas, Jumat (2/12) lalu. Nasyid gubahan kelompok Izzatul Islam ini kembali dilantunkan. Meski bukan konser, banyak peserta aksi menikmati grup yang sempat tenar pada era 90-an itu.
Pada masa itu, musik nasyid memang tengah booming. Telinga masyarakat cukup lekat dengan lantunan suara Snada, Raihan, Suara Persaudaraan hingga nasyid haroki macam Izzatul Islam dan Ruhul Jadid. Mereka pun tak jarang mengisi acara-acara musik religi baik off air maupun on air.
Izzatul Islam menjadi salah satu kelompok nasyid yang merasakan pasang surut nasyid selama 22 tahun lamanya. Bagi mereka, nasyid merupakan jalan untuk berdakwah. Personel Izis, Afwan Riyadi pun tidak terlalu risau dengan meredupnya pamor nasyid ketimbang pada 90-an.
Afwan mengakui, nasyid sempat berada pada masa emasnya di era 90-an. Izzatu Islam pun ikut merasakan kejayaan tersebut. Contohnya, album mereka waktu itu bisa terjual hingga ribuan keping cakram digital. Afwan menilai, kejayaan nasyid di era 90 sampai awal 2000-an disebabkan semangat aktivis dakwah yang ingin memberikan sesuautu yang terbaik untuk umat.
Para aktivis dakwah tersebut juga mendukung nasyid sebagai produk Islam serta selalu siap mempromosikan. "Ini (nasyid) akarnya lebih kepada pergerakan. Makanya, semangat untuk mengembangkan nasyid ini beririsan dengan semangat perjuangan dakwah," kata Afwan menegaskan.