REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Tim Advokasi Gerakan Nasional Pengawal Fatwa Majelis Ulama Indonesia (GNPF MUI), Kapitra Ampera tuduhan penangkapan dan tuduhan makar terhadap Sekjen FUI KH Muhammad Al-Khaththath telah mengebiri hak-hak dasar manusia.
"Kebebasan mengeluarkan pendapat, menyampaikan aspirasi, demonstrasi itu kebebasan dasar masyarakat sebagai manusia," tegasnya kepada Republika.co.id usai Konferensi Pers "Bebaskan KH Muhammad Khaththath" di Islamic Center AQL, Senin (3/4).
Kapitra menjelaskan, ketika seseorang melaksanakan haknya sebagai masyarakat dan warga negara, maka kewajiban orang lain untuk menghormatinya. Dia sangat menyayangkan ketika seseorang sedang melaksanakan fungsi konstitusinya, kemudian dijadikan makar.
Padahal, Kapitra melanjutkan orang melakukan demonstrasi sesuai konstitusi. Tapi malah dituduh makar hanya karena melakukan pertemuan tanpa niat makar dan permulaan makar. Menurutnya, makar adalah kejahatan luar biasa, tentu harus ada bukti fisik seperti senjata dan segala macamnya untuk makar.
"Karena menggulingkan pemerintah tidak bisa dengan mulut," ujarnya.
Ia menjelaskan, inilah yang mengebiri hak-hak dasar masyarakat sebagai manusia. Menurutnya, hal ini disebut extraordinary crime. Kejahatan yang luar biasa, kejahatan di atas kejahatan.
Ia menegaskan, harusnya tidak boleh seperti ini karena Negara Indonesia sudah mengambil keputusan sesuai konsensus nasional yang tertuang dalam UUD. Bahwasannya negara ini merupakan negara hukum, bukan negara kekuasaan.
"Kalau negara hukum, semua kekuasaan tunduk kepada hukum dan masyarakat juga tunduk pada hukum," katanya.