REPUBLIKA.CO.ID, MELBOURNE -- Jika saat ini Anda berprofesi sebagai akuntan, pengacara atau seorang analis data, dalam waktu dekat kemungkinan pekerjaan Anda akan digantikan oleh sebuah robot.
Sebuah laporan dari sebuah kelompok bernama Asosiasi Pengacara Internasional (International Bar Association) menyatakan mesin-mesin kemungkinan besar akan menggantikan manusia untuk pekerjaan yang membutuhkan rutinitas tinggi. Penulis laporan ini mengatakan pemerintah di berbagai negara perlu menerapkan kuota di sejumlah sektor dalam rangka untuk melindungi pekerjaan yang bisa dilakukan manusia, dan bukannya dilakukan oleh robot.
Gelind Wisskirchen, seorang pengacara Undang-Undang Ketenagakerjaan dan pekerja mengkoordinasikan penelitian yang sudah dimulai 1,5 tahun lalu. "Pada awalnya kami hanya ingin mengetahui mengenai dunia otomatisasi dan dampaknya pada sektor kerja kasar (kerah biru]."
"Topik ini telah dengan cepat menjadi fenomena dimana kita bisa melihatnya dalam kehidupan sehari-hari. Ini adalah topik yang hangat dibicarakan saat ini.”
Jenis pekerjaan yang digantikan robot
Laporan ini menunjukkan kalau pekerjaan-pekerjaan yang berisiko tinggi digantikan robot adalah yang memiliki rutinitas tinggi, seperti akuntan dan pengacara. Namun jasa layanan di bidang keuangan lebih mungkin terkena dampaknya, karena algoritma lebih mudah dilakukan komputer dibandingkan pekerjaan di bidang hukum seperti berhubungan dengan klien atau membuat peraturan baru.
Penulis studi ini memperkirakan pekerjaan fisik sederhana dan manual juga akan terancam. Tingkat keamanan pekerjaan dan tugas-tugas di masa depan juga dipertanyakan terlepas apakah Artificial Intelligence (AI) akan mengungguli manusia.
Bagi ilmuwan pemerhati kondisi bisnis di masa depan seperti Morris Miselowski, kurangnya lahan pekerjaan akan menjadi realitas di masa depan. "Saya tidak sepenuhnya yakin kita akan memiliki pekerjaan yang cukup untuk semua orang di planet ini dalam kurun waktu 30 tahun mendatang," katanya.
"Kita sedang menuju pada tingkat populasi dunia sebesar tujuh miliar hingga 10 miliar orang. Saya tidak yakin pekerjaan sebagaimana kita pahami saat ini, yakni jam kerja dari pukul 09.00 sampai 17.00, Senin hingga Jumat, akan berkelanjutan bagi banyak orang untuk beberapa dekade mendatang."
Dia memperkirakan perubahan terbesar akan beralih dari jadwal kerja tradisional. "Saya kira internet karena satu dan lain hal akan hilang menjadi bagian dari kehidupan sehari-hari, yang tersisa hanya kebutuhan akan listrik dan gas, yang lainnya sudah menjadi bagian tidak terpisahkan."
"Kecerdasan artifisial (AI) dan berbagai macam teknologi baru sudah tersedia di jangkauan, dan semua itu akan mengubah dimana, bagaimana dan kapan kita melakukan pekerjaan. Wisskirchen terkejut dengan bagaimana jauhnya jangkauan dampak dari otomatisasi ini.
"Meskipun otomatisasi sudah dimulai 30 tahun yang lalu di sektor pekerjaan profesional, pengembangan baru kecerdasan intelektual (AI) dan robotik tidak hanya mempengaruhi sektor pekerjaan kerah biru saja saja, tapi juga sektor pekerjaan yang membutuhkan spesialisasi [kerah putih]," kata Wisskirchen.
"Anda bisa menyaksikan ketika Anda melihat pekerjaan-pekerjaan yang akan digantikan oleh algoritma atau robot tergantung pada sektor-sektor tersebut."
Belajar bekerja bersama robot
Jika teknologi terus berlanjut untuk meningkatkan gelombang otomatisasi ini, Wisskirchen menekankan perlunya peraturan hukum untuk menyesuaikan dengan kondisi tersebut untuk melindungi keamanan dan keselamatan manusia. Karena saat ini, sulit untuk menjawab pertanyaan siapa yang akan bertanggung jawab jika seseorang tertabrak mobil tanpa pengemudi, pabrikan mobil, pemilik, atau korban yang tertabrak?
"Ada kesenjangan yang meningkat antara UU di sektor ketenagakerjaan dan UU tenaga kerja dengan realitas."katanya.
"Dunia bisnis sedang mengalami lompatan dalam bentuk lompatan besar yang mengganggu model bisnis, sementara peraturan dari sisi hukum bergerak lambat."
Kesenjangan besar ini mempersulit dunia bisnis dan praktisi untuk mengatasinya. Laporan ini merekomendasikan beberapa metode untuk memitigasi manusia kehilangan pekerjaannya, termasuk menerapkan kebijakan semacam ‘kuota manusia’ di berbagai sektor, memperkenalkan label ‘dibuat oleh manusia’ atau penerapan pajak atas penggunaan mesin-mesin.
Tapi bagi Profesor Miselowski, menyiapkan rasio manusia dan komputer di tempat kerja tidak akan praktis. "Kita ingin mempertahankan pekerjaan manusia selama mungkin, tapi saya tidak melihatnya sebagai upaya yang praktis atau pragmatis dalam jangka panjang," katanya.
"Beberapa pekerjaan memang lebih baik dilakukan oleh manusia dan beberapa pekerjaan lebih baik dilakukan oleh mesin. Saya lebih suka dengan apa yang saya sebut dunia trans-humanis, di mana apa yang kita lakukan adalah kita belajar untuk bekerja bersama mesin dengan cara yang sama kita lakukan terhadap komputer dan kalkulator.
"Karena mesin ini, kecerdasan buatan (AI), benar-benar tidak lebih dari kalkulator atau beberapa bagian lain dari peralatan, sehingga kita benar-benar perlu belajar untuk bekerja beriringan dengan mereka dan tidak melawan mereka.
"Bagi saya cara ini lebih masuk akal daripada memberlakukan sistem kuota. Wisskirchen menilai kemampuan untuk meniadakan rasa takut dan optimis tentang masa depan adalah penting. Ini hanyalah sesuatu yang akan terjadi, atau sudah mulai terjadi," katanya.
"Dan kita perlu memanfaatkannya sebaik mungkin, tapi kami juga harus berpikir ke depan dan menjadi sangat bijaksana mengenai bagaimana kita membentuk masyarakat di masa depan - dan itu saya pikir merupakan tantangan bagi semua orang.”
"Tidak ada yang harus menutup telinganya dari apa yang akan datang, tapi berpikir ke depan dan mencoba untuk menemukan solusi."
Apakah kecerdasan buatan membuat hidup lebih aman? Toby Walsh, profesor Artificial Intelligence di UNSW, mengatakan ada hikmahnya ketika berbicara mengenai teknologi dan masa depan pekerjaan.
"Ada baiknya untuk mengingat bahwa meskipun teknologi akan mengambil alih pekerjaan manusia sebagaimana diungkapkan dalam laporan ini, namun akan ada juga pekerjaan baru yang diciptakan oleh teknologi," katanya.
Diterjemahkan pukul 10:50 AEST 6/4/2017 oleh Iffah Nur Arifah dan simak artikelnya dalam bahasa Inggris di sini