REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Viralnya video salah seorang pengendara trail yang mengunggah seorang warga Suku Mante di tengah hutan baru-baru ini, menimbulkan beragam reaksi. Banyak orang ingin memburu dan mencari tahu hingga ke hutan-hutan di Aceh, yang dikhawatirkan dapat mengganggu kehidupan warga Suku Mante.
Menteri Sosial Khofifah Indar Parawansa menegaskan pemerintah akan melindungi segenap warga negara Indonesia, tak terkecuali warga Suku Mante yang tinggal di pedalaman hutan dan gua di Aceh. Perlindungan ini mencakup habitat, ekosistem, dan kearifan lokalnya sehingga akar budaya mereka tidak hilang.
Hal ini disampaikan Mensos dalam Pertemuan Forum Koordinasi Pemberdayaan Komunitas Adat Terpencil Tahun 2017 dengan tema bahasan Suku Mante. Pertemuan ini dihadiri oleh Antropolog Universitas Indonesia Prof Budhisantoso, Antropolog Universitas Gajah Mada Prof Sjafri Sairin, Kepala Dinas Sosial Provinsi Aceh Al Hudri, serta Fauzan Adhim, warga Aceh yang pernah berinteraksi dengan Suku Mante.
"Sebagai langkah awal dalam upaya perlindungan, saat ini Kemensos tengah menelusuri keberadaan warga Suku Mante untuk memastikan keberadaan mereka dan memperkuat ekosistem mereka," kata Khofifah Indar Parawansa, Jumat (7/4). Tim dari Kementerian Sosial juga sedang mengumpulkan hasil-hasil studi, kajian dan literatur tentang kondisi sosial budaya suku Mante untuk menentukan tindak lanjut yang akan dilakukan.
Khofifah telah meminta kepada Dinas Sosial Provinsi Aceh untuk memberikan pemahaman kepada masyarakat bahwa keberadaan suku ini harus dilindungi bersama-sama. Menurut Khofifah, suku Mante ini sudah ada sejak lama. Mereka berada di hutan dan gua. Andaikan menemukan, ia meminta agar masyarakat tidak memburu atau menakut-takuti.
Dari pengakuan warga Aceh Tengah, Fauzan Adhim, ia mengaku pernah berinteraksi dengan salah seorang warga Suku Mante pada 2014. Saat itu ia bahkan mendapat pertolongan saat tersesat di hutan. Warga suku Mante tersebut menggoreskan kuku jari tangannya di tanah ke kanan, ke kiri, atau lurus untuk menunjukkan jalan keluar dari hutan.
"Pak Fauzan juga pernah menemukan warga Suku Mante berjenis kelamin perempuan yang meninggal di hutan karena tangannya tertusuk jebakan untuk badak. Saat itu beliau salatkan jenazah dan menguburkannya di hutan. Jadi benar adanya mereka tinggal di dalam hutan. Maka saya imbau kita lindungi mereka, jangan diburu," tutur Khofifah.
Mensos menegaskan lingkungan sekitar Suku Mante harus dijaga karena suku ini merupakan aset bangsa untuk dilestarikan. Bagi Kemensos, kata Khofifah mereka adalah warga negara Indonesia dan harus kita berdayakan. Jumlah warga suku Mante belum dapat dikonfirmasi secara pasti mengingat keberadaan mereka yang sulit terdeteksi.
Direktur Jenderal Pemberdayaan Sosial Hartono Laras mengungkapkan berdasarkan laporan dari Dinas Sosial Provinsi Aceh, Suku Mante tersebar di 14 lokasi di Provinsi Aceh. Keempat belas lokasi itu di antaranya, Kawasan Samarkilang Bener Meriah, Gunung Goh Pase Aceh Utara, Kaki Gunung Halimun Pidie, Hutan Pameu Aceh Tengah, Hutan Kappi Gayo Lues, dan lain-lain.
Salah satu warga Aceh yang pernah berjumpa dengan suku Mante, Fauzan Adhim menerangkan, ciri fisik suku Mante memiliki tinggi sekitar 90 centimeter, telapak kaki seperti manusia namun lebih lebar pada ujung jari, telinga agak runcing ke atas, bentuk muka bulat, dan berotot. Perempuannya memiliki bulu halus di seluruh badan, sementara pria tidak berbulu.
"Mereka memiliki kecenderungan seperti manusia namun menghindar dari manusia jika merasa terganggu, sering ditemukan sendiri, suka mengintai kehidupan manusia, suka tanah yang becek, tidak menggunakan api dalam menjalani hidup," kata Fauzan.
Menurut Fauzan, warga suku Mante biasanya mengonsumsi makanan berupa ikan, ayam hutan, lumut di bebatuan, Kumer (salak hutan), dan dedaunan. Di dalam hutan, suku Mante tidak mengikuti koridor satwa sehingga tidak terekam di kamera trap yang dipasang di sejumlah titik di hutan Aceh oleh aktivis lingkungan.