REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sekretaris Pimpinan Pusat Pemuda Muhammadiyah, Pedi Kasman menilai penundaan agenda pembacaan tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) dalam sidang gubernur Jakarta nonaktif Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok ke-18 terselip agenda politik. Sebab, kata Pedri, alasan dari JPU terkesan dibuat-buat.
"JPU beralasan karena mereka belum selesai mengetik tuntutan," ujarnya dalam keterangan tertulis, Selasa (11/4).
Pedri mengatakan, kejanggalan juga terjadi pada saat hakim menawarkan pembacaan tuntutan dilaksanakan pada 17 April. "Tapi ketika hakim menawarkan ditunda minggu depan tanggal 17 April, JPU justru menambahkan alasan adanya surat Kapolda Metro Jaya yang meminta sidang pembacaan tuntutan ditunda setelah pilkada," ujarnya.
Pedri menilai, terlihat seperti sengaja dikondisikan pembacaan tuntutan setelah pilkada DKI putaran dua. Secara logika, kata dia, sulit dipahami kalau JPU belum selesai mengetik, padahal minggu lalu JPU mengatakan siap untuk membacakan tuntutan.
"Kalau pun ditunda kenapa bukan tanggal 17 April? Kenapa pilihannya setelah pilkada DKI selesai? Bukankah kasus hukum tidak boleh dikaitkan dengan politik," ujarnya.
Menurut Pedri, aroma pengaruh politik begitu kentara dalam penundaan tersebut. Hal ini, kata dia, jelas sangat mencederai rasa keadilan masyarakat. "Hukum terlihat begitu mudah dipermainkan karena adanya kepentingan politik dan kekuasaan segelintir orang," ujarnya.
Baca juga: GNPF MUI Curigai Intervensi Pemerintah Setelah Tuntutan Ahok Ditunda