REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita menjamin kebijakan satu harga untuk gula yang ditetapkan Rp 12.500 per kilogram tak akan merugikan petani tebu.
"Tidak ada korelasi naik turunnya harga dengan untung atau ruginya petani. Memangnya saat harga gula naik kesejahteraan petani ikut meningkat?," kata Mendag di kantornya, Senin (17/4).
Ia mengatakan, intervensi harga dari pemerintah itu dimaksudkan agar distributor dan pengusaha ritel yang mengurangi keuntungan mereka. Enggar mengatakan, pengusaha juga telah setuju untuk tak mengambil profit terlalu tinggi sehingga gula tetap dapat dijual Rp 12.500 per kilogram pada konsumen.
Lagipula, sambung dia, lahan tebu saat ini kebanyakan dimiliki oleh swasta (inti) dibanding kebun tebu yang dimiliki masyarakat (plasma). Kalaupun plasma, menurut Enggar, sebagian tebu milik petani dibeli dengan sistem putus dengan rendemen yang transparan sehingga harganya pun lebih kompetitif. "Jadi kami pastikan kalau kepentingan petani itu pasti sudah kami dahulukan," kata Mendag.
Sebelumnya, para petani tebu yang tergabung dalam Andalan Petani Tebu Rakyat Indonesia (APTRI) khawatir kebijakan satu harga untuk gula akan merugikan mereka. Ketua Umum APTRI Soemitro Samadikoen mengatakan, di satu sisi kebijakan satu harga tersebut menguntungkan konsumen karena masyarakat akan mendapatkan harga murah.
Namun, penekanan harga pada pasar itu berpotensi membuat petani tebu makin tertekan. Ini karena pedagang akan berusaha membeli tebu petani dengan harga yang lebih murah agar dapat menjual gula sesuai dengan harga eceran tertinggi yang ditetapkan pemerintah. "Pedagang pasti menekan petani supaya mau menjual tebu dengan harga murah. Tidak mungkin dia menekan biaya kuli angkut," kata Soemitro saat dihubungi Republika, Selasa (11/4).