REPUBLIKA.CO.ID, MAKASSAR -- Garda Tipikor Fakultas Hukum Universitas Hasanuuddin Makassar mengecam penetapan pembentukan Panitia Khusus (Pansus) melalui hak angket terhadap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) berkaitan dengan kasus mega korupsi KTP elektronik yang diduga melibatkan anggota DPR.
"Kami menghargai hak angket yang dimiliki DPR sebagai bentuk pengawasan, tetapi sangat tidak tepat penggunaannya terhadap KPK karena merupakan suatu bentuk intimidasi politik," kata ketua Garda Tipikor Andi Rifqi Nur Mukhtar di Makassar, Sabtu (29/4).
Selain itu pihaknya mengecam keras penggunaan hak angket terhadap lembaga antirasuah tersebut karena sangat kontra produktif dengan aspirasi rakyat. Bahkan, menurut dia, pengungkapan rekaman Miryam diketahui anggota DPR asal Fraksi Hanura di hadapan publik karena dapat menghambat proses penegakan hukum yang berjalan sekarang ini.
Sebab, lanjut dia, hanya sebagian anggota DPR tertentu telah menyetujui usulan hak angket itu, sementara lainnya tidak menyetujui karena sarat akan kepentingan kelompok dan memilih keluar dari ruang rapat di gedung parlemen.
DPR pun mengusulkan empat materi angket yaitu rekaman Miryam, dugaan penyalahgunaan anggaran seperti tertuang dalam laporan Badan Pemeriksa Keuangan, dugaan konflik internal antara pimpinan dan penyidik KPK.
"Melihat materi angket DPR terhadap KPK yang sarat kepentingan, kami sebagai masyarakat sipil mengecam pelemahan KPK, dan jelas itu di pertontonkan ke publik secara terbuka," paparnya.
Pihaknya menyebut bahwa kedudukan DPR sebagai pelaksana kedaulatan rakyat yang mampu menyerap dan memperjuangkan aspirasi rakyat sangatlah bertentangan dengan persetujuan DPR untuk melakukan hak angket terhadap KPK karena tidak sesuai aspirasi rakyat.
Persetujuan hak angket DPR terhadap KPK, kata Andi Rifqi, merupakan suatu bentuk intimidasi politik DPR terhadap KPK yang menciderai proses penegakan hukum yang sementara berjalan dan merupakan suatu bentuk pelemahan murni.
Salah satu materi angket DPR terhadap KPK, sebut dia, yakni pengungkapan di hadapan publik rekaman Miryam bertentangan dengan pasal 17 Undang Undang Nomor 14 tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik.
"Pernyataan kami merupakan suatu bentuk representasi suara rakyat karena kinerja KPK selama ini menjadi tumpuan masyarakat dalam mencari keadilan," ujarnya.