Jumat 05 May 2017 18:46 WIB

Soal Usulan Saksi Parpol Dibiayai Negara, Ini Kata Mendagri

Rep: Dea Alvi Soraya/ Red: Bayu Hermawan
Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo menyalurkan hak pilih di TPS 01 Kelurahan Senayan, Jakarta Selatan. Kemendagri memastikan seluruh warga DKI dapat menggunakan hak pilih.
Foto: Republika/Kabul Astuti
Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo menyalurkan hak pilih di TPS 01 Kelurahan Senayan, Jakarta Selatan. Kemendagri memastikan seluruh warga DKI dapat menggunakan hak pilih.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Panitia Khusus Rancangan Undang-Undang (Pansus RUU) Pemilu DPR mengusulkan honor saksi untuk Pileg dan Pilpres yang berasal dari Parpol dibiayai oleh APBN. Usulan itu muncul dalam pembahasan finalisasi RUU Pemilu.

Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tjahjo Kumolo menganggap munculnya usulan mengenai biaya saksi pada pemilu adalah hal yang wajar. Tjahjo mengatakan, saksi di setiap TPS pada dasarnya merupakan relawan yang dituntut berjaga selama satu hari mengawasi pelaksanaan pemungutan suara. Status saksi sebagai kader parpol atau timses calon ini yang membuat honor mereka memang tidak ada di anggaran.

"Honor saksi prinsipnya tidak ada. Mereka sukarela sebagai anggota atau kader parpol," katanya, Jumat (5/5).

Menurutnya, pembahasan dalam RUU Pemilu ini semata-mata pemerintah dan DPR tidak menyoalkan masalah uang semata. Dia menganggap pertemuan ini dilakukan untuk mencari solusi bagaimana para saksi yang bekerja selama hari pemungutan suara tidak mendapatkan perhitungan honor. Menurutnya, bila dana tersebut dianggarkan, maka biaya pemilu akan sangat besar.

"Padahal kadang saksi bisa lebih dari satu orang. Coba kalikan saja jumlah TPS se-Indonesia, berapa besar uang transport dan makan mereka harus disiapkan," ujarnya.

Tjahjo menambahkan, kisaran dana yang dibutuhkan untuk keperlulan tersebut berkisar Rp 10-15 triliun, dengan perkiraan Rp 300 ribu per orang saksi. Dia juga menambahkan, jika pemilu berlangsung selama 2 kali putaran, seperti yang belum lama terjadi di Jakarta, maka besaran biayanya juga ikut menyesuaikan.

"Masalah ini masih dicarikan solusi bersama," ujarnya.

Sementara itu, mantan komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI, Hadar Nafis Gumay mengatakan, usulan para wakil rakyat tersebut salah kaprah. Menurut dia, usulan tersebut tidak efisien bagi anggaran penyelenggaraan pesta demokrasi, mengingat di setiap TPS telah ditugaskan pengawas pemilu untuk mengawal berlangsungnya pemilu.

"Saya kira itu gagasan yang keliru kalau memang kita mau terus upayakan penyelenggaraan pemilihan yang efisien. Kita hanya perlu membiayai peran yang betul-betul efektif," kata Hadar, Jumat (5/5).

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement