REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Juru bicara Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Febri Diansyah menuturkan, pertemuan pimpinan KPK dan Presiden Joko Widodo (Jokowi) pada Jumat (5/5) ini sebagai wujud komunikasi dan koordinasi KPK kepada presiden. Dalam pertemuan ini, pimpinan KPK dan presiden membahas banyak hal, di antaranya soal kasus Novel Baswedan.
"Hari ini memang ada pertemuan pimpinan KPK dengan presiden. Itu atas inisiatif dari KPK. Kami membutuhkan komunikasi dan koordinasi lebih lanjut terkait dengan upaya pemberantasan korupsi," ujarnya di kantor KPK, Kuningan, Jakarta Selatan, Jumat (5/5).
Febri menjelaskan, pertemuan itu membahas soal dukungan negara terhadap pembiayaan Novel Basweda, penyidik senior KPK, yang saat ini masih dirawat di rumah sakit di Singapura.
"Novel juga dibahas, tentu terkait dukungan dari negara dalam pembiayaan Novel yang sedang dirawat di Singapura," katanya.
Selain itu, KPK juga berkoordinasi untuk menyikapi maraknya kasus korupsi di daerah. Sebab, diakui Febri, KPK cukup banyak menangani kasus korupsi yang dilakukan kepala daerah. Pimpinan KPK saat itu pun membahas apa yang dibutuhkan KPK dalam kondisi sekarang ini.
"Yang juga kami bicarakan adalah tentang kebutuhan penguatan regulasi untuk pemberantasan korupsi. Jadi ke depan diharapkan ada "concern" yang serius untuk mengharmonisasikan konsesi PBB melawan korupsi dengan UU Tipikor," ujarnya.
Karena, lanjut Febri, yang dibutuhkan KPK saat ini bukanlah revisi UU KPK, melainkan penguatan terhadap aturan pidana yang berlaku di tingkat internasional. Misalnya, memperdagangkan pengaruh dan juga korupsi di sektor swasta.
"Jadi kalau ada pihak-pihak tertentu, termasuk DPR yang menyatakan mendukung upaya pemberantasan korupsi, maka inilah yang perlu dilakukan ke depan bukan dengan revisi UU KPK, bukan dengan hak angket atau hal-hal lain yang dalam tataran tertentu bisa mengganggu kerja pemberantasan korupsi oleh KPK," jelasnya.