REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Dewan Pertimbangan MUI, Din Syamsuddin mengatakan, tuduhan terhadap umat Islam sebagai intoleran dan antikebinekaan sungguh menyakitkan hati. Padahal, jasa dan peran umat Islam sangatlah besar dalam penegakan NKRI yang berdasarkan Pancasila dan Bhinneka Tunggal Ika, sejak masa perlawanan terhadap penjajahan hingga perjuangan menegakkan kemerdekaan.
Begitu pula, kehidupan nasional Indonesia yang relatif stabil dari dulu hingga sekarang adalah karena toleransi tinggi umat Islam yang hidup berdampingan rukun dan damai dengan segenap saudara sebangsa dan setanah air. Toleransi tersebut ditegakkan tanpa memandang Suku, Agama, Ras, dan (Antar) Golongan.
"Tidak dapat dibayangkan keadaan Indonesia jika umat Islam tidak toleran," kata Din dalam siaran pers yang diterima Republika.co.id, Jumat (5/5).
Din melanjutkan, kelompok umat Islam yang juga didukung oleh elemen-elemen lain memprotes penistaan agama adalah karena penistaan itu mengganggu kerukunan dan menggoyahkan kebinekaan. Menurutnya, begitu juga ketika mereka menggugat ketidakadilan ekonomi adalah karena itu bertentangan dengan Sila Kelima Pancasila.
"Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Bahwa mereka menggugat ketidakadilan hukum adalah karena negara kita adalah Negara berdasarkan hukum," kata Din.
Maka dari itu, Din mempertanyakan siapa sebenarnya yang intoleran dan antikebinekaan? Apakah pihak yang memrotes penistaan terhadap pihak lain karena mengganggu kerukunan, dan menggugat ketidakadilan ekonomi dan hukum. Atau justeru pihak yang mendukung pengganggu kerukunan dan antikebinekaan dengan memasuki wilayah keyakinan orang lain.
"Serta mendukung (atau didukung oleh) para pemilik modal yang karena kekayaannya ingin mendiktekan kehidupan nasional sambil berkacak pinggang atas penderitaan mayoritas rakyat?" kata Din.
Menurut Din, ini saatnya masyarakat menegakkan kerukunan sejati, bukan kerukunan semu yang mendukung penghinaan terhadap pihak lain. Apalagi, kerukunan rancu dengan menuduh pihak pemprotes penghinaan terhadap pihak lain sebagai intoleran dan antikebinekaan.
"Saatnya nalar bangsa dijernihkan, saatnya nurani bangsa diputihkan dari kecenderungan manipulasi dan pemutarbalikan fakta, 'Katakanlah, jika kebenaran tiba, kebatilan akan sirna (QS 17:81)'," kata Din.