Sabtu 06 May 2017 14:58 WIB

Pengamat Sebut Aksi Simpatik 55 Bukan Aksi Tapi Reaksi Ketidakadilan

Rep: Gumanti Awaliyah/ Red: Andi Nur Aminah
Massa aksi Simpatik 55 melakukan aksi long mars menuju PN Jakarta Utara dari Masjid Istiqlal, Jakarta, Jumat (28/4).
Foto: Antara/Hafidz Mubarak A.
Massa aksi Simpatik 55 melakukan aksi long mars menuju PN Jakarta Utara dari Masjid Istiqlal, Jakarta, Jumat (28/4).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat politik dari Universitas Parahyangan Bandung, Asep Warlan Yusuf, menyatakan bahwa Aksi Simpatik 55 yang digelar Jumat (5/5) kemarin, dimaknai bukan sebagai aksi. Melainkan reaksi terhadap sebuah ketidakadilan dari penyelesaian kasus penistaan agama Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok.

“Hemat saya, ini bukan aksi tapi reaksi dari ketidakpercayaan publik, khususnya umat Muslim pada aparatur negara dalam penegakkan hukum kasus penistaan tersebut,” kata Warlan saat dihubungi Republika.co.id, Sabtu (6/5).

Warlan mengatakan, aparat penegak hukum dituntut untuk lebih fair dan merasakan keadaan publik saat ini. Warlan menyampaikan, pengadilan jelas harus bebas dari tekanan, tidak boleh ada pengaruh, intervensi. Namun melihat perjalanan kasus penistaan agama ini masyarakat sepertinya terusik. Sehingga ada baiknya untuk diperhatikan.

Dalam Undang-undang kehakiman, Warlan mengatakan, dijelaskan hakim wajib menggali nilai-nilai keadilan yang tumbuh dan berkembang yang dirasakan oleh masyarakat. “Mudah-mudahan hakim selalu mengacu dan menggali juga nilai keadilan tersebut. Khawatirnya, jika ternyata hakim tidak menggali nilai tersebut, akan terjadi kekacauan publik,” ungkap dia.

Warlan mengaku heran dengan perjalanan penegakkan hukum pada kasus penista agama yang menimpa Ahok. Menurut dia, semua penista agama sebelum Ahok, semuanya dihukum berat. Padahal semua penista agama tersebut tidak seberat kasus Ahok. “Itu ukurannya, tiba-tiba ketika menimpa Pak Ahok, kok rasanya jauh dari apa yang diterapkan dari kasus dulu. Seperti Arswendo, Lia Eden,” kata Warlan. 

Sehingga dia memandang, Aksi Simpatik 55 yang sudah digelar kemarin itu, dinilai sebagai suatu kewajaran dalam protes-protes pengadilan. 

 

 

 

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
يَسْتَفْتُوْنَكَۗ قُلِ اللّٰهُ يُفْتِيْكُمْ فِى الْكَلٰلَةِ ۗاِنِ امْرُؤٌا هَلَكَ لَيْسَ لَهٗ وَلَدٌ وَّلَهٗٓ اُخْتٌ فَلَهَا نِصْفُ مَا تَرَكَۚ وَهُوَ يَرِثُهَآ اِنْ لَّمْ يَكُنْ لَّهَا وَلَدٌ ۚ فَاِنْ كَانَتَا اثْنَتَيْنِ فَلَهُمَا الثُّلُثٰنِ مِمَّا تَرَكَ ۗوَاِنْ كَانُوْٓا اِخْوَةً رِّجَالًا وَّنِسَاۤءً فَلِلذَّكَرِ مِثْلُ حَظِّ الْاُنْثَيَيْنِۗ يُبَيِّنُ اللّٰهُ لَكُمْ اَنْ تَضِلُّوْا ۗ وَاللّٰهُ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيْمٌ ࣖ
Mereka meminta fatwa kepadamu (tentang kalalah). Katakanlah, “Allah memberi fatwa kepadamu tentang kalalah (yaitu), jika seseorang mati dan dia tidak mempunyai anak tetapi mempunyai saudara perempuan, maka bagiannya (saudara perempuannya itu) seperdua dari harta yang ditinggalkannya, dan saudaranya yang laki-laki mewarisi (seluruh harta saudara perempuan), jika dia tidak mempunyai anak. Tetapi jika saudara perempuan itu dua orang, maka bagi keduanya dua pertiga dari harta yang ditinggalkan. Dan jika mereka (ahli waris itu terdiri dari) saudara-saudara laki-laki dan perempuan, maka bagian seorang saudara laki-laki sama dengan bagian dua saudara perempuan. Allah menerangkan (hukum ini) kepadamu, agar kamu tidak sesat. Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.”

(QS. An-Nisa' ayat 176)

Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement