REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) menyebut masih banyak orang yang menempatkan permasalahan migran dan TKI sebagai isu pinggiran. Ia menyebut, isu TKI dna buruh migran adalah permasalahan yang rumit.
"Masih banyak paradigma permasalahan pekerja migran dan TKI, tempatkan sebagai isu pinggiran," kata Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) Muhammad Hanif Dhakiri di Jakarta, Senin (15/5). Hal itu diperparah dengan media yang selalu menyorot dan melihat sisi negatif dari permasalahan TKI.
Selain itu, Hanif mengatakan, pembahasan revisi UU Perlindungan TKI masih jalan ditempat. Hal itu membuat banyak permakluman, baik dari pemerintah, kalangan pelaku usaha, TKI, media.
Kendati demikian, Hanif mengatakan, isu TKI tidak hanya tentang permasalahan, tetapi juga prestasi. Sebab, ia mengatakan, tidak sedikit TKI dan buruh migran Indonesia yang berprestasi, baik di luar maupun dalam negeri. "Saya pingin tokoh TKI yang punya prestaai diberikan tempat ke media. Agar ada optimisme," jelasnya.
Sementara itu, Kepala Pusat Studi Migrant Care, Anis Hidayah menjelaskan, permasalahan utama TKI dan buruh migran adalah tentang penegakan HAM. "Kenapa migran terus bermasalah, karena tak ada pemenuhan HAM dari negara, tak ada memandatkan," tutur Anis.
Ia menganggap permasalahan TKI dan buruh migran yang selalu berulang berasal dari kebijakan yang buruk warisan Orde Baru (Orba). Sehingga, ia berharap, revisi UU Nomor 39 Tahun 2004 tentang Perlindungan TKI dapat menjadi pintu masuk pemerintah melindungi TKI. "Kembalikan peran negara. Selama ini TKI gigih memproteksi diri. Ke depan, kalau ada TKI yang tak bermasalah, itu karena negara," tutur dia.
Anis mengingatkan, perdagangan orang merupakan kejahatan luar biasa. Sehingga, perlu mendapat perhatian semua pihak. "Kawal UU Perlindungan TKI sama dengan kawal korupsi, narkotika. Karena ini tindak pidana perdagangan manusia, sehingga seolah kita sulit cari jalan keluar," tutur dia.
Sementara itu, Ketua Komisi IX DPR Dede Yusuf menjelaskan, sejumlah TKI dan buruh migran menjelaskan, keputusan bekerja di luar negeri berangkat dari keinginan mencari nafkah. "Selama negara belum mampu memberikan pekerjaan pada tenaga kerja, maka potensi kerja di luar negeri banyak," jelasnya.
Hal itu didukung dengan banyaknya calo yang memberikan kemudahan informasi bagi masyarakat yang berniat menjadi TKI. Ia mengingatkan, peluang bekerja di luar negeri sangat banyak. Namun, pemerintah harus mulai memikirkan untuk mengirim SDM yang sudah siap. "Untuk siap, negara harus memberikan perlindungan, pendidikan dan kompetensi pada calon TKI," jelasnya.
Sekretaris Utama (Sestama) BNP2TKI, Hermono menilai, akar permasalahan TKI, yakni buruknya tata kelola. Ia menyebut, hampir tak ada peraturan yang sifatnya pro TKI. "Apalagi klo bicara perda, isisnya mempersulit TKI," ujar dia.