Kamis 18 May 2017 13:03 WIB

FPKS tak Setuju UU Penodaan Agama Dihapus

Ketua Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) DPR Jazuli Juwaini.
Foto: Republika/Rakhmawaty La'lang
Ketua Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) DPR Jazuli Juwaini.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Fraksi PKS DPR RI tidak setuju UU No 1/PNPS/1965 tentang Larangan Penodaan Agama dihapus seperti yang diusul sejumlah pihak, karena tidak sejalan dengan semangat penghormatan terhadap agama di Indonesia.

"Desakan tersebut tidak sejalan dengan semangat penghormatan terhadap agama di Indonesia. Selain itu, Mahkamah Konstitusi telah mengukuhkan atau menolak pembatalan Pasal dalam UU 1/PNPS/1960 jo UU KUHP Pasal 156A tersebut," kata Ketua FPKS Jazuli Juwaini, Kamis (18/5).

Hal itu menurut dia berarti secara konstitusional dan by the law UU larangan penodaan agama sangat penting bagi upaya penghormatan dan penjagaan semua agama yang diakui secara resmi oleh negara dari upaya penodaan atau penistaan. Anggota Komisi I DPR itu meminta pihak-pihak yang bersikeras mendesak pembatalan larangan penodaan agama, memahami bahwa UU tersebut justru dibutuhkan untuk menjaga kerukunan antar umat beragama.

"Justru jangan dihapus kalau kita ingin menjaga kerukunan, karena jika tidak ada pasal tersebut orang seenaknya menghina dan menista agama dan ini akan memancing disharmoni bahkan bisa menciptakan instabilitas nasional," ujarnya.

Dia menjelaskan Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia (DUHAM) telah menyebutkan bahwa hak beragama adalah hak yang paling dasar dan tidak dapat dikurangi atas nama atau karena alasan apapun. "Dalam konteks Indonesia, negara tegas menjamin kebebasan beragama setiap warga negara. Pasal 29 Ayat (2) UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945," katanya.

Jazuli menilai jaminan terhadap hak beragama, tidak hanya berupa perlindungan atas pilihan keyakinan seseorang, tetapi juga perlindungan negara atas setiap agama dari upaya penodaan dan penistaan yang dilakukan oleh siapapun.  Menurut dia, negara juga mengembangkan dan mempromosikan sikap toleransi dalam menjalin hubungan antarumat beragama, mencegah berbagai tindakan yang menyulut ketersinggungan umat beragama serta tegas melarang penistaan agama atas nama apapun, termasuk kebebasan.

"Untuk itu UUD 1945 Pasal 28J menegaskan keharusan setiap orang menghormati hak asasi orang lain dalam rangka tertib bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara," ujarnya.

sumber : Antara
BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
يٰبَنِيْٓ اٰدَمَ لَا يَفْتِنَنَّكُمُ الشَّيْطٰنُ كَمَآ اَخْرَجَ اَبَوَيْكُمْ مِّنَ الْجَنَّةِ يَنْزِعُ عَنْهُمَا لِبَاسَهُمَا لِيُرِيَهُمَا سَوْاٰتِهِمَا ۗاِنَّهٗ يَرٰىكُمْ هُوَ وَقَبِيْلُهٗ مِنْ حَيْثُ لَا تَرَوْنَهُمْۗ اِنَّا جَعَلْنَا الشَّيٰطِيْنَ اَوْلِيَاۤءَ لِلَّذِيْنَ لَا يُؤْمِنُوْنَ
Wahai anak cucu Adam! Janganlah sampai kamu tertipu oleh setan sebagaimana halnya dia (setan) telah mengeluarkan ibu bapakmu dari surga, dengan menanggalkan pakaian keduanya untuk memperlihatkan aurat keduanya. Sesungguhnya dia dan pengikutnya dapat melihat kamu dari suatu tempat yang kamu tidak bisa melihat mereka. Sesungguhnya Kami telah menjadikan setan-setan itu pemimpin bagi orang-orang yang tidak beriman.

(QS. Al-A'raf ayat 27)

Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement