Senin 05 Jun 2017 17:34 WIB

Pemerintah Tetap pada 25 Persen Ambang Batas Presidensial

Rep: Debbie Sutrisno/ Red: Andri Saubani
Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo.
Foto: Republika/Agung Supriyanto
Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) masih melakukan pembahasan mengenai Rancangan Undang-Undang Pemilihan Umum (RUU Pemilu). Pembahasan yang dilakukan masih terkait dengan ambang batas untuk DPR (parliamentary threshold) dan ambang btas pencalonan presiden (presidential threshold).

Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo mengatakan, hingga saat ini pemerintah dan presiden tetap pada komitmen awal terkait presidential threshold yakni 20-25 persen, tidak nol persen. Menurutnya, jika nol persen maka partai yang baru terbangun sudah bisa mencalonkan calon presiden. Hal tersebut tidak baik dalam perpolitikan. "Karena partai yang mau menentukan (calon Presiden) harus teruji dulu," kata Tjahjo usai bertemu dengan Presiden di Istana Negara, Senin (5/6).

Tjahjo menuturkan, partai yang baru muncul seharusnya belum bisa mencalonkan presiden dalam pemiliihan presiden (Pilpres) 2019 mendatang. Partai tersebut harus diuji dalam berbagai hal. Kesiapan partai mereka harus sudah cukup dan memadai, agar tidak asal dalam mencalonkan dalam Pilpres.

Sedangkan untuk parliamentary threshold, pemerintah mengusulkan jika memang ada kenaikan maka kenaikannya apakah di atas lima atau di bawah lima persen. Sehingga posisinya nanti bisa empat atau lima persen.

Terkait dengan penambahan jumlah kursi di DPR, pemerintah telah mengajukan usulan ada tambahan tiga yakni di Kalimantan Utara, Kepulauan Riau, dan Riau untuk lima kursi. Sedangkan 10 kursi tambahan lainnya diserahkan pada DPR untuk dibahas ke Pansus DPR. "itu (tambahan kursi) terserah keinginan dari seluruh fraksi di DPR," ujarnya.

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
يَسْتَفْتُوْنَكَۗ قُلِ اللّٰهُ يُفْتِيْكُمْ فِى الْكَلٰلَةِ ۗاِنِ امْرُؤٌا هَلَكَ لَيْسَ لَهٗ وَلَدٌ وَّلَهٗٓ اُخْتٌ فَلَهَا نِصْفُ مَا تَرَكَۚ وَهُوَ يَرِثُهَآ اِنْ لَّمْ يَكُنْ لَّهَا وَلَدٌ ۚ فَاِنْ كَانَتَا اثْنَتَيْنِ فَلَهُمَا الثُّلُثٰنِ مِمَّا تَرَكَ ۗوَاِنْ كَانُوْٓا اِخْوَةً رِّجَالًا وَّنِسَاۤءً فَلِلذَّكَرِ مِثْلُ حَظِّ الْاُنْثَيَيْنِۗ يُبَيِّنُ اللّٰهُ لَكُمْ اَنْ تَضِلُّوْا ۗ وَاللّٰهُ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيْمٌ ࣖ
Mereka meminta fatwa kepadamu (tentang kalalah). Katakanlah, “Allah memberi fatwa kepadamu tentang kalalah (yaitu), jika seseorang mati dan dia tidak mempunyai anak tetapi mempunyai saudara perempuan, maka bagiannya (saudara perempuannya itu) seperdua dari harta yang ditinggalkannya, dan saudaranya yang laki-laki mewarisi (seluruh harta saudara perempuan), jika dia tidak mempunyai anak. Tetapi jika saudara perempuan itu dua orang, maka bagi keduanya dua pertiga dari harta yang ditinggalkan. Dan jika mereka (ahli waris itu terdiri dari) saudara-saudara laki-laki dan perempuan, maka bagian seorang saudara laki-laki sama dengan bagian dua saudara perempuan. Allah menerangkan (hukum ini) kepadamu, agar kamu tidak sesat. Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.”

(QS. An-Nisa' ayat 176)

Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement