Selasa 06 Jun 2017 21:37 WIB

Pukat: Hak Angket KPK Keliru Secara Hukum

Rep: Umi Nur Fadhilah/ Red: Ratna Puspita
Direktur Advokasi Pukat UGM, Oce Madril.
Foto: Republika
Direktur Advokasi Pukat UGM, Oce Madril.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktur Advokasi Pusat Kajian Antikorupsi (Pukat) Universitas Gajah Mada (UGM) Oce Madril menyebut DPR RI sangat memaksakan hak angket Komisi Pmeberantasan Korupsi (KPK).

"Menurut saya tak bisa. Karena alasannya keliru secara hukum, tetapi DPR tetap ngotot," kata dia di Jakarta, Selasa (6/6).

Ia menjelaskan, panitia hak angket harus diisi oleh semua perwakilan fraksi yang ada di DPR RI. Jika ada fraksi yang tidak mengirimkan wakilnya maka panitia hak angket tak bisa terbentuk.

"Kalau pimpinan DPR RI ngotot, panitia hak angketnya ilegal. Maka kalau diminta data, KPK tak perlu tanggapi karena bekerjanya tak pakai prosedur," tutur Oce.

Selain itu, ia menegaskan, data yang dimiliki KPK dilindungi oleh KUHP dan UU keterbukaan informasi publik. Ia menjelaskan, secara teori dan undang-undang, hak angket digunakan untuk penyelidikan ketika ada pelanggran hukum.

Oce mengingatkan, UU MD3 mengamanatkan akhir dari hak angket adalah impeachment atau pemakzulan. Hak angket adalah alat yang digunakan DPR untuk mendakwa presiden bahwa pimpinan tertinggi negara melakukan pelanggaran konstitusi. 

Hak angket dapat membuat presiden diadili di Mahkamah Konstitusi (MK). Oce menduga, DPR akan menggunakan penafsiran seluas-luasnya terhadap hak angket untuk pemakzulan pimpinan KPK atau pembubaran KPK. 

"Sekarang hak angket dipakai KPK, pelanggaran hukumnya di mana. Hak angket untuk menyelidiki boroknya KPK. Ujungnya pemakzulan pimpinan KPK ato lembaganya ditutup," kata dia. 

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement