Senin 19 Jun 2017 19:35 WIB

Anggota Pansus Hak Angket: KPK Kurang Ajar

Rep: Ali Mansur/ Red: Bayu Hermawan
Arsul Sani
Arsul Sani

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menolak untuk menghadirkan tersangka dugaan kasus korupsi KTP Elektronik, Miryam S Haryani, kepada rapat Panitia Khusus (Pansus) Hak Angket KPK. Justru KPK cuma mengirimkan surat yang ditujukan kepada Pansus. Namun surat itu dianggap tidak menyenangkan oleh seluruh anggota Pansus Hak Angket KPK yang hadir.

Bahkan Pansus Hak Angket KPK menilai isi surat tersebut sebagai ancaman dari lembaga anti rasuah kepada Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI dan khususnya kepada Pansus itu sendiri. Salah satunya Arsul Sani, anggota Komisi III DPR RI, yang tergabung dalam Pansus Hak Angket KPK. Menurut Arsul, sikap KPK yang ditunjukan di dalam surat itu dapat membahayakan hubungan antar lembaga negara.

"Malah ngancam lagi, obstruction of justice. Itu menurut saya kekurangajaran terhadap lembaga negara. Kalau begitu, lama-lama DPR-nya bisa marah," ujar Politikus Partai Persatuan Pembangunan (PPP) tersebut saat ditemui setelah rapat Pansus Hak Angket KPK di KK 1, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (19/6).

Menurut Arsul, jika memang DPR RI berniat untuk melemahkan KPK maka hal itu sangat mudah dan tidak perlu membentuk Pansus Hak Angket KPK segala. Apalagi DPR RI memiliki wewenang hak bajeting, maka cukup diminimkan saja anggaran KPK. Namun DPR RI, kata Arsul, tidak seperti itu.

"Kan kalau diketatkan budget pasti ngap-ngapan. Tidak usah dengan merevisi undang-undang," tambah Arsul.

Obstruction of Justice sendiri merupakan sutau tindakan seseorang yang menghalang-halangi proses hukum. Dalam terminologi hukum pidana Obstruction of Justice dikategorikan sebagai tindakan kriminal.

Berdasarkan Pasal 216-222 Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) menentukan bahwa tindakan pihak-pihak yang menghalangi proses hukum dapat dipidana. Khusunya Pasal 221 ayat (1) angka 1 KUHP menegaskan bahwa setiap orang yang melakukan tindakan menghalang-halangi proses hukum harus dipidana dan diancam dengan pidana penjara paling lama sembilan bulan.

Sebelumnya, Wakil Ketua Pansus Angket KPK, Taufiqulhadi membacakan surat penolakan untuk menghadirkan Miryam S Haryani ke rapat Pansus Hak Angket KPK yang direncanakan di ruang KK1, Kompleks Parlemen, Senayan, pada Senin (19/6) siang WIB. Surat yang diterimanya ditandatangani langsung oleh Ketua KPK, Agus Rahardjo. Dalam rapat itu hadir pula sejumlah tokoh masyarakat.

"Bahwa menurut pendapat KPK, upaya menghadirkan tersangka Miryam S Haryani dapat dikualifikasikan sebagai suatu tindakan mencegah, merintangi, menggagalkan secara langsung maupun tak langsung dalam proses penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di sidang pengadilan atau obstruction of justice (vide pasal 21 UU nomor 31 tahun 1999 jo UU nomor 20 tahun 2001) dan tersangka Miryam S Haryani saat ini sedang menjadi tahanan KPK," terang Taufiqulhadi membaca surat dari KPK.

Selain itu surat KPK kepada Pansus Hak Angket KPK juga membuat anggota Pansus berang. Bahkan mereka meminta agar surat yang dinilai sebagai ancaman itu disikapi secara hukum. Salah satu adalah Junimart Girsang, dia menilai surat tersebut menandakan arogansi KPK.

"Saya meminta pimpinan Pansus agar surat ini disikapi secara hukum juga khusus pada poin dua. menurut saya surat itu merupakan sikap arogan mereka. Maka Saya meminta surat ini disikapi secara hukum," tegas Politikus PDI Perjuangan.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement