REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat hukum tata negara dari Universitas Parahyangan (Unpar) Asep Warlan Yusuf menyatakan tindakan anggota DPR mengancam membekukan anggaran Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Polri berpotensi melanggar hukum.
"Tindakan tersebut sangat tidak proporsional, berlebihan dan juga melanggar hukum," kata dia kepada Republika, Kamis (22/6).
Warlan menuturkan, KPK dan Polri bekerja untuk menegakkan hukum sesuai undang-undang yang berlaku. Undang-undang pula yang mengamanatkan pemenuhan keuangan pada keduanya untuk menjalankan tugas dan fungsi.
Karena itu, dia mengatakan, ancaman membekukan anggaran merupakan tindakan tidak mematuhi undang-undang. Selain itu, dia menilai, ancaman membekukan anggaran KPK dan Polri sebagai upaya melemahkan lembaga penegakan hukum tersebut.
"Alih-alih bentuk Pansus Angket untuk perkuat dan perbaikan di tubuh KPK, dengan begini justru KPK dan Polri dilumpuhkan," kata Warlan.
Warlan menegaskan, jika DPR memang arif dan bijaksana maka lebih baik meminta Presiden untuk mengevaluasi KPK dan Polri untuk memastikan penegakkan hukum yang adil. Dia menambahkan DPR juga bisa meminta penasehat KPK untuk menasehati pemimpin KPK, serta penyidik dan penutut, untuk memastikan tidak adanya intervensi atau permainan.
Sebelumnya, anggota Pansus Angket KPK Misabkhun mengusulkan agar DPR mempertimbangkan tidak membahas anggaran Polri dan KPK pada 2018 karena kedua lembaga tersebut tidak mau menjalankan Undang-undang No. 17 tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD.
Hal tersebut terkait sikap KPK dan Polri yang tidak sejalan dengan pandangan Pansus Angket KPK yang ingin memanggil tersangka pemberi keterangan palsu dalam sidang kasus dugaan korupsi KTP-elektronik Miryam S Haryani.