REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua DPR Setya Novanto disebut turut memengaruhi proses penganggaran proyek pengadaan KTP-el di Komisi II DPR RI. Kala itu, Novanto menjabat Ketua Fraksi Partai Golkar sedangkan Ketua Komisi II DPR RI dijabat oleh Burhanuddin Napitulu yang berasal dari fraksi yang sama.
"Setya Novanto selaku Ketua Fraksi Partai Golkar yang mempunyai pengaruh dalam proses penganggaran pada komisi II DPR RI, yang saat itu diketuai Burhanuddin Napitupulu yang juga dari Fraksi Partai Golkar," kata Jaksa dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Mufti Nur Irawan saat membacakan surat tuntutan untuk Irman dan Sugiharto di PN Tipikor Jakarta, Kemayoran, Jakarta Pusat, Kamis (22/6).
Novanto juga sempat melakukan pertemuan dengan sejumlah pihak terkait proyek pengadaan KTP-el di Gran Melia, sekitar Februari 2010. Dalam pertemuan ini, Novanto menyatakan dukungannya terhadap program KTP-el.
Penuntut umum mengatakan pertemuan di Hotel Gran Melia terkait proyek pengadaan KTP-el menunjukkan adanya kepentingan dari beberapa pihak. Yaitu, Irman dan Sugiharto selaku terdakwa kasus proyek KTP-el, pengusaha rekanan Kemendagri Andi Narogong, dan mantan Sekjen Kemendagri Diah Anggraini.
Jaksa dalam surat tuntutan tersebut juga menyebutkan Andi Narogong sebagai pengusaha berkepentingan untuk dapat mengerjakan proyek. Para terdakwa, yakni Irman dan Sugiharto, selaku birokrat pada Kemendagri berperan melaksanakan pengadaan barang dan jasa.
Jaksa KPK menilai pertemuan di Gran Melia itu merupakan pertemuan permulaan untuk mewujudkan delik. Sebab, tiap orang yang hadir saat itu pada dasarnya menyadari dan menginsyafi bahwa pertemuan tersebut bertentangan dengan hukum, norma kepatutan, dan kepantasan.
Apalagi, pertemuan dilakukan di luar jam kerja yakni pada pukul 06.00 WIB pagi. Selain itu, jaksa menjelaskan, ada upaya dari Novanto untuk menghilangkan fakta. Caranya, memerintahkan Diah menyampaikan pesan kepada Irman agar kalau ditanya penyidik maka jawab tidak mengenal Novanto.
Dalam sidang itu, Jaksa KPK menuntut Irman dan Sugiharto masing-masing tujuh tahun dan lima tahun penjara. Selain itu, kedua terdakwa juga dituntut membayar denda. Irman dituntut membayar denda Rp 500 juta subsider 6 bulan kurungan, sementara Sugiharto dituntut membayar denda Rp 400 juta subsider 6 bulan kurungan.
(Baca juga: Dua Mantan Pejabat Kemendagri Dituntut 7 dan 5 Tahun Penjara dan Jaksa Sebut Novanto Terima Dana Melalui Andi Narogong)