Selasa 04 Jul 2017 17:26 WIB

Tak Mau Listing di BEI, 52 Perusahaan Besar Ini Dilaporkan ke Jokowi

Rep: Eko Supriyadi/ Red: Nidia Zuraya
Presiden RI Joko Widodo (kiri) bersama Menteri Keuangan Sri Mulyani (kedua kanan), Gubernur Bank Indonesia Agus Martowardojo (kedua kiri), dan Ketua Dewan Komisioner OJK Muliaman D, Hadad  saat melakukan dialog dengan pelaku pasar modal di Bursa Efek Indonesia, jakarta, Selasa (4/7). Kunjungan tersebut untuk meninjau pergerakan indeks harga saham gabungan (IHSG) secara langsung serta melakukan dialog dengan para pelaku pasar modal.
Foto: Republika/Rakhmawaty La'lang
Presiden RI Joko Widodo (kiri) bersama Menteri Keuangan Sri Mulyani (kedua kanan), Gubernur Bank Indonesia Agus Martowardojo (kedua kiri), dan Ketua Dewan Komisioner OJK Muliaman D, Hadad saat melakukan dialog dengan pelaku pasar modal di Bursa Efek Indonesia, jakarta, Selasa (4/7). Kunjungan tersebut untuk meninjau pergerakan indeks harga saham gabungan (IHSG) secara langsung serta melakukan dialog dengan para pelaku pasar modal.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktur Utama PT Bursa Efek Indonesia (BEI) Tito Sulistyo menyesalkan perusahaan -perusahaan besar baik asing yang beroperasi di Indonesia maupun perusahaan dalam yang enggan listing di pasar modal. Sebab, ia menilai perusahan tersebut lebih memilih aktif di pasar modal luar negeri.

Menurut dia, ada 52 perusahaan yang pendapatannya 50 persen dari negara ini, mulai dari sektor perdagangan, properti, dan kelapa sawit. ''Kalau revenue atau asetnya 50 persen ada di Indonesia, ini kok listed nya di luar, jadi saya laporkan (ke Presiden), saya bilang itu wajib di sini. Presiden bilang saya minta daftarnya, saya kasih beliau,'' ucap Tito, di Gedung BEI, Jakarta, Selasa (4/7).

Ia mencontohkan Freeport, pendapatan terbesarnya berasal dari Indonesia. Sehingga pantas jika mereka listing di pasar modal Indonesia.

Namun, 52 perusahaan itu justru malah listed di Malaysia, Singapura, Cina dan Australia. Bahkan, market capital 52 perusahaan itu di atas Rp 400 triliun.

''Kami mau datangi mereka untuk mengimbau mereka listing di Indonesia juga. Saya sudah datangi ada beberapa dan prinsipnya mereka setuju, Newmont sudah berbicara katanya mau listing,'' jelas dia.

Padahal, lanjut dia, likuiditas pasar modal Indonesia naik 24 persen dibanding tahun lalu. Artinya, likuiditas Indonesia sudah 4 kali dari Singapura dan 2 kali dari Malaysia. Dari segi teknologi, BEI sudah menggunakan pemrogaman Tier 3, yang canggih dan aman.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement