Selasa 11 Jul 2017 15:37 WIB

Dua Kebun dan Sombongnya Hati

Perkebunan (ilustrasi)
Foto: [ist]
Perkebunan (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA --    Alkisah, pada masa lalu terdapat seorang yang kaya raya. Orang itu memiliki dua kebun anggur yang sangat luas. Dua kebun itu pun dikelilingi pohon-pohon kurma yang sangat rindang. Di antara dua kebun itu ada ladang yang amat subur. Sungai pun mengalir di celah kedua kebun. Tak pernah pria itu mengalami gagal panen. Dua kebunnya selalu menghasilkan buah sangat melimpah.

 

Alhasil, harta pria itu pun menggunung. Ia memiliki kekayaan yang besar dari bisnis dua kebunnya. Karena kekayaannya, ia pun memiliki kedudukan terhormat di masyarakat. Warga sekitarnya sangat menghormatinya. Namun, pria ini merupakan seorang kafir yang tak meyakini kekuasaan Allah. Maka, sifat congkak pun menguasai hatinya dan menambah kekafirannya.

 

Suatu hari, pria itu bertemu dan bercakap dengan seorang temannya. Berbeda dengannya, teman itu merupakan pria miskin. Jangankan kebun, sebatang pohon pun pria itu tak punya. Dibanding dengan si pemilik kebun, kekayaan pria itu bagai langit dan bumi. Namun, kendati hidupnya sulit, pria miskin itu merupakan seorang Muslim yang taat kepada Allah. Saat bertemu dengan kawan miskin itu, sang pemilik dua kebun pun segera menyombongkan diri, ia berkata pada kawannya, "Hartaku lebih banyak daripada hartamu dan pengikut-pengikutku lebih kuat," ujarnya.

 

Namun, kawan Muslimnya itu hanya diam tak menanggapi. Ia tahu betul bahwa harta tak dapat meningkatkan derajat seseorang di sisi Allah. Kemudian, pria pemilik kebun membawa pria miskin itu memasuki kebunnya yang luas dan melimpah. Pria kafir itu pun makin besar kepala, ia berkata, "Aku kira kebun ini tidak akan binasa selama-lamanya, dan aku tidak mengira hari kiamat itu akan datang, dan jika sekiranya aku kembali kepada Tuhanku, pasti aku akan mendapat tempat kembali yang lebih baik daripada kebun-kebun itu," katanya sangat congkak.

 

Mendengarnya, barulah si pria mukmin itu bereaksi. Ia melihat temannya di dalam kekafiran yang nyata dan menzalimi dirinya sendiri. Ia pun berusaha mendakwahkan keimanannya, menyelamatkan temannya dari kekafiran. "Tetapi, aku percaya bahwa Dialah Allah, Tuhanku, dan aku tidak mempersekutukan seorang pun dengan Tuhanku. Mengapa kamu tidak mengatakan waktu kamu memasuki kebunmu, maasya Allah, laa quwwata illaa billaah. Sungguh atas kehendak Allah semua ini terwujud, tiada kekuatan kecuali dengan pertolongan Allah," nasihatnya kepada si pemilik kebun.

 

Namun, si pemilik dua kebun masih diliputi kesombongan yang sangat. Hatinya tak melihat kekuasaan Allah di balik kesuksesan bisnis perkebunannya. Ia menyangka semua yang dihasilkan kebunnya adalah jerih payahnya sendiri. Maka, teman mukminnya itu pun kembali megingatkan, "Sekiranya kamu anggap aku lebih sedikit darimu dalam hal harta dan keturunan, maka mudah-mudahan Tuhanku, akan memberi kepadaku kebun yang lebih baik dari pada kebunmu ini; dan mudah-mudahan Dia mengirimkan ketentuan petir dari langit pada kebunmu; hingga kebun itu menjadi tanah yang licin; atau airnya menjadi surut ke dalam tanah, maka sekali-kali kamu tidak dapat menemukannya lagi," ujarnya berusaha mengingatkan temannya akan ujian Allah pada harta dan azab-Nya yang ditimpakan pada orang kafir.

 

Maka, keesokan harinya, apa yang diperingatkan pria itu nyata. Dua kebun itu tiba-tiba mati. Pohon-pohon kurma dan anggur di dalamnya roboh berantakan. Air sungai yang mengairi kebun surut mengakibatkan kebun kerontang. Harta kekayaan si pemilik kebun pun binasa sudah. Melihatnya, si pemilik kebun pun hanya jatuh tertunduk dan membolak-balikkan kedua tangannya. Ia ditimpa penyesalan yang teramat sangat. "Aduhai kiranya dulu aku tidak mempersekutukan Tuhanku," ujarnya menangis tersedu.

 

Kisah pria pemilik dua kebun itu terdapat dalam surah al-Kahfi ayat 32 sampai 46. Kisah itu disebut menjadi tamsil kehidupan dunia dan orang-orang yang tertipu padanya. Bahkan, sekarang ini dapat dilihat betapa orang-orang kafir mendapat kenikmatan yang banyak dari Allah. Namun, itu semua hanyalah ujian untuk mereka, bukan karena Allah mencintai mereka.

 

Sebaliknya Muslimin, betapa banyak yang diuji dalam kemiskinan. Namun, itu bukanlah karena Allah membenci mereka. Allah memberikan dunia kepada setiap manusia, tetapi Allah hanya memberikan agama pada orang yang dicintai-Nya.

Di akhir kisah, Allah pun memberi peringatan, "Dan berilah perumpamaan kepada mereka (manusia), kehidupan dunia sebagai air hujan yang Kami turunkan dari langit, maka menjadi subur karenanya tumbuh-tumbuhan di muka bumi, kemudian tumbuh-tumbuhan itu menjadi kering yang diterbangkan oleh angin. Dan adalah Allah, Mahakuasa atas segala sesuatu. "Harta dan anak-anak adalah perhiasan kehidupan dunia, tetapi amalan-amalan yang kekal lagi saleh adalah lebih baik pahalanya di sisi Tuhanmu serta lebih baik untuk menjadi harapan," surah al-Kahfi ayat 45-46.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement