Rabu 12 Jul 2017 09:42 WIB

Pansus: UU Pemilu Lama Bisa Membebankan Penyelenggara Pemilu

Rep: Ali Mansur/ Red: Bayu Hermawan
Wakil Ketua Pansus RUU Pemilu Yandri Susanto.
Foto: Republika/Raisan Al Farisi
Wakil Ketua Pansus RUU Pemilu Yandri Susanto.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Ketua Panitia Khusus Rancangan Undang-undang Penyelenggaraan (RUU) Pemilu, Yandri Susanto menanggapi pernyataan Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tjahjo Kumolo terkait usulan kembali ke Undang-undang Pemilu yang lama jika deadlock.

Yandri menilai Undang-undang Pemilu yang lama sudah tidak relavan untuk Pemilu serentak pada 2017. Salah satunya adalah penyelenggara dan pengawas Pemilu tidak memiliki pedoman dalam membuat peraturan untuk pemilu serentak.

"Seperti pengaturan di tempat pemungutan suara (TPS), bentuk surat suara, anggaran dan iklan untuk kampanye perlu disempurnakan. Sementara pemilu untuk pertama kali serentak," ungkap Yandri, saat dihubungi melalui seluler, Rabu (12/7).

Politikus PAN itu juga menyampaikan bahwa Undang-undang Pemilu lama berpotensi menuai pro kontra. Bahkan tidak menutup kemungkinan justru akan menjadi beban baru bagi penyelenggara dan pengawas Pemilu dalam menerjemahkan peraturan pemilu serentak, karena tidak ada rujukannya.

Sebelumnya, rapat pengambilan keputusan RUU Pemilu bersama pemerintah berujung deadlock. Salah satu penyebabnya adalah tidak ada titik temu soal Presidential treshold. Sampai sekarang pemerintah masih bersikeras presidential treshold di angka 20 hingga 25 persen.

Selain itu ada empat isu lain di luar presidential treshold yang juga belum tercapai kesepakatannya Yaitu parliamentary, threshold metode konversi suara, alokasi kursi per daerah pemilihan dan sistem Pemilu. 

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement