Rabu 12 Jul 2017 17:19 WIB

PAN: Penerbitan Perppu Ormas Belum Mendesak

Rep: Fauziah Mursid/ Red: Bilal Ramadhan
Sekretaris Fraksi Partai Amanat Nasional (PAN), Yandri Susanto
Foto: Republika/Rakhmawaty La'lang
Sekretaris Fraksi Partai Amanat Nasional (PAN), Yandri Susanto

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah akan mengumumkan penerbitan peraturan pemerintah pengganti Undang-undang (Perppu) untuk membubarkan ormas radikal pada Rabu (12/7) siang ini. Sekretaris Fraksi Partai Amanat Nasional (PAN) Yandri Susanto menilai perppu tentang ormas radikal belum mendesak untuk diterbitkan pemerintah.

Hal ini lantaran Undang-undang Nomor 17 Tahun 2013 tentang ormas sudah rinci dalam mengatur tentang keberadaan ormas. Yandri juga mengingatkan, dalam penerbitan perppu juga harus memenuhi unsur kegentingan.

"Kalau sekarang menurut saya belum. Saya kira kita kan negara hukum apalagi itu sudah diatur ketika ada masalah, tahapannya bagaimana itu saja diikuti. Kan UU-nya termasuk baru," ujar Yandri di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta pada Selasa (11/7) malam.

Karenanya mengacu UU, jika pemerintah memandang terdapat ormas yang dideteksi radikal dan hendak dibubarkan harusnya diserahkan ke mekanisme pengadilan. Hal ini agar pembubaran ormas radikal itu sah dan diakui secara hukum.

Sebab, jika hanya dengan perppu, belum ada kepastian apakah ormas yang dideteksi radikal itu masuk kategori yang harus dibubarkan atau tidak. "Di pengadilan, benar atau tidak ormas ini melanggar. Sehingga publik tercerahkan, menjadi clear. Misalnya layak HTI dibubarkan atau tidak layak HTI dibubarkan. Ini kan perlu sikap kepastian hukum yang jelas. Jangan subjektivitas dari pemerintah bahwa ini sudah melanggar," ujar anggota Komisi II DPR RI tersebut.

Ia pun khawatir subjektifitas pemerintah dalam menilai ormas radikal atau tidak tanpa melalui mekanisme hukum yang jelas berpotensi melanggar kebebasan berserikat dan berkumpul sesuai dengan amanat UUD 1945. Karena jika ada ormas yang dianggap radikal, sesuai dengan Perppu tersebut dapat lansung dibubarkan oleh pemerintah.

"Dari perppu itu ada yang dianggap melanggar pancasila dan tafsir itu dari pemerintah kemudian tidak ada pembanding atau second opinion dari pihak lain terutama yudikatif. Saya khawatir memang pasal yang mengatakna kebebasan berserikat dan berkumpul dlm UUD bisa dilanggar," ujarnya.

Menurutnya, meskipun secara mekanisme, perppu juga nantinya akan dibahas DPR dan berpotensi ditolak atau diterima untuk menjadi Undang-undang. Namun perppu akan berlaku otomatis setelah diteken oleh pemerintah.

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement