Kamis 13 Jul 2017 12:43 WIB

Miryam Haryani Didakwa Hukuman Pidana 12 Tahun Penjara

Rep: Dian Fath Risalah/ Red: Bilal Ramadhan
 Tersangka pemberi keterangan palsu dalam sidang kasus dugaan korupsi pengadaan e-KTP tahun anggaran 2011-2012, Miryam S Haryani berjalan memasuki kendaraan tahanan seusai menjalani pemeriksaan di gedung KPK, Jakarta, Rabu (17/5).
Foto: Republika/Raisan Al Farisi
Tersangka pemberi keterangan palsu dalam sidang kasus dugaan korupsi pengadaan e-KTP tahun anggaran 2011-2012, Miryam S Haryani berjalan memasuki kendaraan tahanan seusai menjalani pemeriksaan di gedung KPK, Jakarta, Rabu (17/5).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anggota DPR RI  Miryam S Haryani, menjalani sidang perdana sebagai terdakwa kasus pemberian keteranan yang tidal benar korupsi proyek KTP-elektronik atas nama terdakwa Irman dan Sugiharto di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), Kemayoran, Jakarta Pusat.

Dalam surat dakwaan tertulis pada Kamis tanggal 23 Maret 2017 dan pada Kamis tanggal 30 Maret 2017 Miryam dihadirkan sebagai saksi dalam persidangan perkara tindak pidana korupsi proyek pengadaan paket penerapan KTP-el atas nama terdakwa Irman dan Sugiharto. Sebelum memberikan keterangan sebagai saksi di persidangan terlebih dahulu terdakwa beraumpah sesuai agama Kristen bahwa akan memberikan keterangan yang benar.

Dalan persidangan ketua Majelis Hakim kembalu menanyakan kepada terdakwa mengenai yang pernah diberikannya dalam pemeriksaan penyidikan sebagaimana tertuang dalam BAP tanggal 1 Desember 2016, BAP tanggal 7 Desember 2016, BAP tanggal 14 Desember 2016 dan BAP tanggal 24 Januari 2017 yang diparaf dan ditandatangani terdakwa. Atas pertanyaan hakim, terdakwa membenarkan paraf tandatangannya yang ada dalam semua BAP.

Namun, Miryam mencabut semua keterangannya yang pernah diberikan dalam BAP tersebut dengan alasan isinya tidak benar karena pada saat penyidikan telah ditekan dan diancam 3 orang penyidik KPK yang memeriksanya.

Saat itu, mendengar keterangan terdakwa, hakim kembalu mengingatkan agar Miryam memberikan keterangan yang benar di persidangan karena sudah disumpah. Selain itu, menurut hakim keterangan terdakwa dalam BAP sangat runtut, sistematis tidak mungkin bisa mengarang keterangan yang seperti itu, sehingga bila ingin mencabut keterangan harus dengan alasan logis agar bisa diterima hakim.

"Meskipun sudah diperingatkan oleh hakim, namun terdakwa tetap menerangkan bahwa dirinya telah ditekan dan diancam penyidik KPK saat pemeriksaan penyidikan sehingga hakim memerintahkan penuntut umum agar pada sidang berikutnya menghadirkan 3 orang penyidik yang pernah memeriksa terdakwa sebagai saksi verbalisan yang akan dikonfrontir keterangannya dengan terdakwa," ujar jaksa.

Pada hari Kamis, 30 Maret 2017, penuntut umum menghadirkan kembali Miryam di persidangan KTP-el untuk dikonfrontir dengan 3 orang penyidik KPK sebagai saksi verbalisan yaitu Novel Baswedan, M I Susanto dan A Damanik.

Setelah diambil sumpah, ketiga penyidik KPK menerangkan tidak pernah melakukan penekanan dan pengancaman saat memeriksa terdakwa sebagai saksi.

Dalam 4 kali pemeriksaan yang dituangkan dalam BAP tanggal 1 Desember 2016, BAP tanggal 7 Desember 2016, BAP tanggal 14 Desember 2016 dan BAP tanggal 24 Januari 2017, selain itu Miryam diberikan kesempatan untuk membaca, memeriksa dan mengoreksi keterangannya pada setiap akhir pemeriksaan sebelum kemudian diparaf dan ditandatangani terdakwa.

"Bahwa keterangan yang disampaikan terdakwa sebagai saksi di persidangan yang mencabut semua BAP dengan alasan telah ditekan dan diancam 3 orang penyidik KPK saat pemeriksaan penyidikan adalah keterangan yang tidak benar karena bertentangan dengan keterangan 3 orang penyidik KPK selaku saksi verbal lisan maupun bukti-bukti lain berupa dokumen draft BAP yang telah dicorat-coret (dikoreksi) dengan tulisan tangan terdakwa maupun rekaman video pemeriksaan yang menunjukkan tidak adanya tekanan dan ancaman tersebut," papar jaksa.

Demikian pula keterangan terdakwa yang membantah penerimaan uang dari Sugiharto juga  bertentangan dengan keterangan Sugiharto yang menerangkan dirinya memberikan sejumlah uang ke Miryam.

"Terhadap keterangan terdakwa yang tidak benar tersebut, penuntut umum mengajukan permintaan kepada hakim agar terdakwa ditetapkan sebagai pelaku pemberian keterangan palsu atau keterangan tidak benar," tegas Jaksa.

Miryam didakwa  Pasal 22 juncto Pasal 35 Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 tahun 2001 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi juncto pasal 64 ayat 1 KUHP.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement