REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua DPR RI sekaligus Ketua Umum Partai Golkar Setya Novanto kini ditetapkan sebagai tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi dalam kasus korupsi pengadaan KTP-el pada 2011-2012. Sebelum itu, Novanto sempat menghadiri sidang pengadilan kasus KTP-el sebagai saksi untuk tersangka Irman dan Sugiharto. Pada sidang kasus KTP-el di Pengadilan Tipikor Jakarta pada 6 April lalu, Novanto hadir sebagai saksi. Berkali-kali dalam persidangan Novanto mengatakan tidak tahu soal proyek KTP-el.
Setnov membantah keterlibatannya dalam kasus dugaan korupsi KTP-el. Dia merasa tidak mengetahui apa pun terkait pembagian uang kepada sejumlah anggota DPR. "Saya tidak tahu, saya tidak pernah tahu," kata Setnov kepada majelis hakim.
Setnov mengaku hanya mengetahui bahwa proyek KTP-el merupakan program nasional yang sangat bermanfaat bagi data kependudukan masyarakat. Di sidang tersebut terkuak bahwa Novanto memiliki keponakan yang menjabat sebagai direktur di Murakabi Sejahtera, yakni Irvanto Hendra Pambudi.
Untuk diketahui, Murakabi bersama tiga perusahaan lain, yakni PT Java Trade, PT Aria Multi Graphia, dan PT Stacopa, menjadi satu konsorsium dalam proyek KTP-el. Gabungan perusahaan ini disebut dengan Konsorsium Murakabi Sejahtera.
Saat sidang itu, jaksa KPK bertanya kepada Novanto apakah ia mengenal Irvan. Novanto menjawab kenal dan mengatakan Irvan adalah keponakannya. Namun, saat ditanya terkait tahu atau tidak Irvan ikut proyek KTP-El, Novanto menjawab tidak mengetahuinya.
Novanto saat itu juga mengaku tidak tahu soal Hendra yang ikut tender proyek KTP-el dengan menyertakan perusahaannya, Murakabi Sejahtera, dalam sebuah konsorsium. Dakwaan menyebutkan bahwa Murakabi ikut tender proyek pengadaan KTP-el lewat konsorsium.
Selain itu, pada 7 Maret lalu, Novanto juga pernah menyangkal keterlibatannya pada proyek KTP-el. Sangkalan tersebut disampaikan atas 'nyanyian' mantan Bendahara Umum Partai Demokrat Muhammad Nazaruddin.
Menurut Setya, segala tuduhan yang dilontarkan dari Nazarudin kepada dia sama sekali tidak benar. "Seingat saya dan saya bersumpah tidak pernah bersama-sama membicarakan masalah KTP-el, silakan tanya ke Nazar lagi. Saya juga enggak ngerti kok saya dikait-kaitkan dan disebut-sebut Nazar saat itu," kata Novanto dalam keterangan resminya kepada wartawan 7 Maret lalu.
Novanto saat itu juga merasa tidak pernah terlibat dalam pertemuan-pertemuan sebagaimana disebutkan isu yang beredar soal KTP-el. "Yang jelas hampir pertemuan itu menurut saya hanya tuduhan saja," kata Novanto.
Nazarudin yang merupakan terpidana kasus korupsi proyek Hambalang merupakan saksi awal yang membongkar kasus korupsi KTP-el. Dalam keterangannya, Nazarudin berkali-kali menyebut Novanto turut serta menjadi pihak yang menikmati aliran dana proyek yang merugikan negara Rp 2,3 triliun tersebut.
Novanto saat itu mengungkapkan, saat proyek KTP-el dibahas, dia memang menjadi Ketua Fraksi Golkar di DPR. Ketika itu, dia mengaku membatasi hal-hal yang berkaitan dengan masalah uang atau pendanaan tertentu.
Kendati terus meyangkal keterlibatan dalam proyek KTP-el, pada sidang pembacaan tuntutan terhadap Irman dan Sugiharto 22 Juni lalu, Setnov disebut menerima uang dari Anang S Suhardjo selaku Direktur Utama PT Quadra Solution terkait proyek pengadaan KTP-el. Uang tersebut diberikan kepada Setnov saat menjadi ketua fraksi Partai Golkar pada periode 2009-2014. Pemberian melalui Andi Narogong.
Jaksa dari KPK Mufti Nur Irawan, dalam pembacaan surat tuntutan untuk Irman dan Sugiharto, mengatakan sebagian uang pembayaran dalam tahap I, II, dan III pada 2011 serta pembayaran tahap I pada 2012, diberikan kepada Setnov melalui Anang dan Andi.
"Sampai dengan Mei 2012, Anang S Sudihardjo sudah tidak bersedia lagi untuk memberikan sejumlah uang kepada Setya Novanto melalui Andi Narogong," kata dia saat membacakan surat tuntutan untuk terdakwa Irman dan Sugiharto, di Pengadilan Negeri Tipikor Jakarta, Kemayoran, Jakarta Pusat, 22 Juni lalu.
Karena Anang tidak bersedia menyerahkan uang ke Setnov lagi, Sugiharto selaku mantan Direktur Pengelola Informasi Administrasi Kependudukan Ditjen Dukcapil Kemendagri bertemu dengan Anang dan Andi untuk membahas solusinya di Senayan, Jakarta. Mufti juga mengungkapkan Setnov bersama dengan dua terdakwa, yaitu mantan Dirjen Dukcapil Kemendagri Irman dan Sugiharto, mantan Sekjen Kemendagri Diah Anggraini, Andi Narogong, Drajat Wisnu Setyawan, serta Isnu Edhi Wijaya, telah melakukan kerja sama yang erat dan sadar.
Kerja sama itu menunjukan adanya kesatuan kehendak, dan kesatuan perbuatan fisik yang saling melengkapi satu sama lain dalam mewujudkan delik. "Dengan demikian kami berpendapat unsur pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP ini telah dapat dibuktikan secara sah dan meyakinkan menurut hukum," kata jaksa KPK membacakan tuntutan.