REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Harian DPP Partai Golkar Nurdin Halid menegaskan, tidak ada wacana menggelar musyawarah nasional luar biasa (munaslub). Itu dikatakan setelah sejumlah kader Golkar mendorong diadakannya Munaslub pascapenetapan status tersangka terhadap Ketua Umum Partai Golkar Setya Novanto dalam kasus dugaan korupsi KTP elektronik (KTP-el).
"Tidak ada itu (Munaslub). Kami punya sistem sesuai organisasi, ada norma yang harus dijalankan itulah proses demokrasi," tegas Nurdin Halid, saat dihubungi, Selasa (18/7). Baca juga, Setya Novanto Merasa Terus Dizalimi.
Nurdin melanjutkan, disamping untuk menggelar munaslub bukanlah perkara mudah, ada sejumlah tahapan yang harus dilewati. Kemudian pihaknya juga harus terlebih dulu mendengarkan aspirasi pemilik suara di Golkar, yang meliputi DPD I dan DPD II, bukan termasuk dari keinginan perorangan untuk menggelar Munaslub tersebut. "Lagi pula kenapa harus munaslub," tanya mantan Ketua PSSI itu.
Ia menerangkan, tahapan untuk menggelar munaslub di antaranya DPP harus melalui rapat pleno. Namun, keputusan DPP tersebut masih dapat dibantah oleh DPD I. Oleh karena itu, menggelar munaslub tidak hanya cukup dengan bersuara. Apalagi, kata Nurdin, itu adalah cuma keinginan segelintar orang.
Sebelumnya, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan Setya Novanto sebagai tersangka, karena diduga terlibat dalam korupsi proyek pengadaan KTP-el. Politisi yang juga menjabat sebagai Ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI, disangka melanggar Pasal 3 atau Pasal 2 ayat 1 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.