REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat Hukum Pidana Mudzakir mengatakan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tidak memiliki kewajiban menginformasikan status tersangka Setya Novanto ke DPR RI dan Partai Golongan Karya. Dia mengatakan undang-undang juga tidak mengatur kewajiban KPK memberitahukan penetapan tersangka bahkan kepada Presiden.
Kendati demikian, dia mendorong lembaga penegak hukum untuk menginformasikan penetapan tersangka kepada instansi tempat tersangka bernaung. Dalam hal ini, KPK memberikan surat kepada DPR dan Partai Golkar.
"Jadi memang kalau dilihat dari kewajiban tidak ada tapi pemberitahun itu menjadi penting secara etika," kata Mudakir saat dihubungi melalui sambungan telepon, Selasa (18/7).
Dia menyarankan agar KPK mengirimkan surat pemberitahuan kepada lembaga yang terkait demi kelanjutan bernegara ini. Tidak hanya pimpinan DPR atau anggota DPR tetapi juga pejabat di pemerintah daerah.
"Misalnya Sekda ditetapkan tersangka, dikirimlah pemberitahuannya kepada Bupati. Supaya Bupati dapat memberhentikan sementara atau ditunjuk Plt yang lain," tutur Mudzakir.
Menurut Mudzakir pemberitahun itu menjadi penting supaya segara ada rolling administrasi atau rolling pejabat yang bersangkutan. Mudzakir mengkhawatirkan kalau itu tidak dilakukan seperti itu mudharatnya jauh lebih besar.
Sebab, situasi darurat tertentu itu bakal sulit mengambil keputusan. Selain itu, juga tuntunan bahwa tersangka harus mengundurkan diri atau diberhentikan sementara sampai ada kepastian hukumnya.
"Coba bayangkan kalau misalnya separuh anggota dewan ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK itu kalau tidak dikasih tahu, bagaimana proses pergantian yang begitu cepat harus dilakukan, supaya negara tidak kosong," kata Mudzakir menerangkan.
Dia menyatakan pemberitahuan ini berbeda dengan permintaan izin. Mudzakir menambahkan, dulu penegak hukum membutuhkan izin presiden untuk menetapkan para pejabat sebagai tersangka korupsi.
Kemudian, dia menerangkan, pada masa kepemimpinan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono ada kelonggaran untuk menetapkan pejabat menjadi tersangka. Ketika itu, menuruut dia, SBY tidak ingin menghalang-halangi lembaga hukum dalam memberantas korupsi yang menimpa pejabat publik, termasuk besannya, Aulia Pohan.