Jumat 21 Jul 2017 05:44 WIB

Petani Bawang Perlu Perbaiki Manajemen Usai Panen

Rep: Rahma Sulistya/ Red: Teguh Firmansyah
  Seorang petani memegang bawang merah.  (ilustrasi)
Foto: Antara/Oky Lukmansyah
Seorang petani memegang bawang merah. (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, BREBES -- Nasib petani pada umumnya, tak terkecuali petani bawang cukup mengenaskan. Saat musim tanam harga bibit dan pupuk mahal, sementara pada musim  panen harganya rendah. Agar tidak terulang kejadian serupa, petani bawang dinilai perlu perbaiki manajemen pasca panen.

Mantan Menteri ESDM, Sudirman Said, sudah lama ingin mengajak para petani memperbaiki manajemen pasca panen. "Situasi seperti ini harus diakhiri. Petani harus mendapat keuntungan yang layak," ujar dia saat panen bawang di Dukuh Siramin, Desa Slatri, Brebes, Jawa Tengah, Kamis (20/7).

Menurut Sudirman yang sejak kecil tinggal di desa, persoalan petani bawang masih sama. Yakni keterbatasan kemampuan keuangan, akses pasar, dan penanganan pasca panen. Akibatnya ketika panen serentak, harga turun tapi mereka terpaksa harus menjual hasil panennya.  

"Para petani bukannya untung malah buntung. Sekarang ini banyak yang mendapat keuntungan pihak-pihak yang tidak terlibat dalam proses penanaman," katanya.

Sejak setahun lalu, Sudirman bekerja sama dengan para petani di desa kelahirannya menanam bawang dan cabe. Ia dibantu para sahabat yang menyediakan modal kerja, termasuk biaya sewa lahan.

Dalam kesempatan panen itu Sudirman menyatakan, agar ketika harga rendah jangan buru-buru menjual hasil panennya agar bisa memperoleh keuntungan yang memadai.   "Kalau bawang kita keringkan dan simpan dengan baik, kualitasnya terjaga, dan jumlahnya cukup banyak kita bisa buka akses pasar langsung kepada pengguna akhir," ujar Sudirman.

Dari diskusi dengan beberapa petani dan tokoh masyarakat di Brebes, lanjut dia, mata rantai pasokan dari petani ke pembeli akhir bisa melalui enam sampai delapan perantara.  Akibat panjangnya rantai distribusi harga yang dinikmati petani kadang-kadang hanya setengah dari harga jual kepada pembeli terakhir.

"Saya akan mendorong petani membuat kelompok atau koperasi. Kalau ada badan hukum bisa kita bantu mendapatkan permodalan, supaya biaya tanam dan biaya hidup bisa didukung selama masa masa sulit menunggu panen atau menungggu harga bagus," papar dia.

Jumlah usaha pertanian bawang di Brebes kurang lebih 220 ribu, sebagian besar merupakan usaha rumah tangga.  Sedikit sekali yang merupakan usaha berbadan hukum.  Ini membatasi ruang gerak dan akses modal.

Luas lahan pertanian di Brebes dari hasil sensus terakhir 166 ribu hektar. Kemungkinan sudah makin menyempit karena konversi menjadi tempat tinggal dan pengembangan wilayah, termasuk industri.

Pada 2010, produksi bawang merah Kabupaten Brebes mencapai 400.501 ton, atau 79,09 persen dari total produksi bawang merah di seluruh wilayah Jawa Tengah yang jumlahnya 506.357 ton. Terhadap produksi bawang nasional yang jumlahnya 1.048.934 ton, Brebes menyumbangkan 38,18 persen dari total produksi nasional.

Rata rata sumbangan produksi bawang dari Brebes pada kebutuhan nasional antara 40 persen sampai 50 persen. Sehingga, sedikit banyak, bawang dari Brebes ini berpengaruh secara nasional.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement