REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anggota DPR RI Fraksi PKS Almuzzammil Yusuf menuturkan keputusan Menteri Pemuda dan Olahraga (Menpora) Imam Nahrawi yang menunda pencairan anggaran Pramuka sebesar Rp 10 miliar itu tidak tepat dan berlebihan.
Penundaan pencairan anggaran Pramuka itu karena Ketua Kwartir Nasional Adhyaksa Dault dianggap pemerintah mendukung ormas yang kini sudah dibubarkan, Hizbut Tahrir Indonesia (HTI). Anggapan tersebut muncul lantaran Adhyaksa pernah menghadiri acara kampanye HTI pada 2013.
Menurut Almuzzammil, penundaan anggaran tersebut tidak tepat. Karena, Pramuka tidak memiliki kaitan dengan Adhyaksa yang dituduh pemerintah mendukung HTI. "Itu berlebihan. Pramuka itu institusi dengan ribuan bahkan jutaan anggota. Tidak bisa diidentikkan dengan Adhyaksa. Adhyaksa itu pribadi," tutur dia kepada Republika, Jumat (28/7).
Terkait peringatan Menteri Dalam Negeri yang menyampaikan peringatan pemberian sanksi terhadap PNS simpatisan HTI atau pernah aktif di dalamnya, Almuzzammil menyatakan dalam kondisi di mana HTI sudah dibubarkan, maka semestinya tidak ada lagi simpatisan HTI.
"HTI sudah dibubarkan pemerintah, jadi sudah tidak ada lagi PNS yang simpatisan HTI," kata dia.
Almuzzammil sebelumnya menyatakan Perppu Ormas akan disikapi DPR RI pada pertengahan Agustus mendatang. Saat itulah, akan diputuskan apakah Perppu Ormas tersebut ditolak atau diterima DPR.
"Perppu Ormas pertama-tama harus disikapi DPR RI pada pertengahan Agustus nanti saat masuk reses DPR, diterima atau ditolak Perpu tersebut," ucap dia.
Almuzzammil menegaskan sikap Fraksi PKS di parlemen tegas menolak Perppu Ormas itu. "Fraksi PKS yakin dan mantap, demi amanat konstitusi dan menyelamatkan HAM serts Reformasi, fraksi PKS akan menolak Perpu tersebut Insya Allah," ungkap wakil ketua Komisi II DPR RI ini.