REPUBLIKA.CO.ID, BERLIN -- Kepala Komisi Eropa, Jean-Claude Juncker menentang seruan untuk mengakhiri perundingan keanggotaan Uni Eropa (UE) dengan Turki di tengah ketegangan politik antara Ankara dan beberapa ibu kota Eropa.
"Saya percaya bahwa lebih baik bagi kedua belah pihak, untuk hubungan timbal balik antara Turki dan UE agar melanjutkan pembicaraan," kata Juncker dalam sebuah wawancara dengan siaran radio publik Jerman dilansir dari Anadolu (3/8).
Menjelang pemilihan umum di Jerman bulan depan, politisi oposisi telah menyerukan diakhirinya perundingan keanggotaan Turki di UE karena ketegangan politik baru-baru ini antara Berlin dan Ankara. Selain itu juga terdapat perbedaan dalam isu-isu seperti peraturan hukum dan hak asasi manusia.
Rekan koalisi Kanselir Angela Merkel, Serikat Sosial Kristen (CSU), juga dengan keras telah menentang keanggotaan penuh Turki untuk UE.
Menurut Juncker saat ini bukanlah waktu yang tepat untuk memperdebatkan apakah Turki dapat menjadi anggota penuh atau tidak dari UE. Ini dikarenakan Turki masih belum memenuhi kriteria politik untuk keanggotaan.
Dia juga menolak seruan untuk melakukan langkah unilateral untuk mengakhiri perundingan keanggotaan Turki, dan juga memperingatkan politisi mengenai dampak dari keputusan tersebut. "Ini tidak akan menjadi contoh kenegaraan yang baik untuk mengalihkan beban tanggung jawab keputusan tersebut kepada UE. Masa depan Turki di Uni Eropa bergantung pada kebijakan Ankara," katanya.
Uni Eropa dan Turki memulai negosiasi keanggotaan pada 2005, namun perundingan tersebut mengalami kebuntuan karena masalah Siprus dan oposisi dari beberapa pemerintah UE mengenai keanggotaan penuh Ankara.
Hubungan Ankara dengan Jerman dan beberapa negara anggota UE lainnya mengalami kemunduran lebih lanjut dalam beberapa bulan terakhir. I