REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengasuh Pondok Pesantren Tebuireng, Salahuddin Wahid atau biasa dipanggil Gus Solah menanggapi pidato Ketua Fraksi Partai Nasdem Viktor Laiskodat di Kupang, Nusa Tenggara Timur (NTT) pada 1 Agustus lalu. Menurut Gus Sholah, pidato Viktor tersebut disampaikan tidak pada tempatnya.
"Ya tidak pada tempatnya lah. Dia tidak bisa membedakan bahwa banyak orang yang setuju Hizbut Tahrir dibubarkan, tapi harus melalui undang-undang yang lama, undang-undang ormas," ujarnya di kantor PP Muhammadiyah, Menteng, Jakarta Pusat, Jumat (4/8).
Seperti diketahui, dalam pidatonya, Viktor memang sempat menyinggung soal khilafah yang menjadi ideologi HTI. Ia juga menyinggung soal Perppu nomor 2 tahun 2017 yang membubarkan HTI. Namun, Viktor dinilai salah memahami hal itu.
"Jadi proses perbedaannya adalah melalui pengadilan apa tidak. Itu, bukan berarti setuju Hizbut Tahrir (dibubarkan), tidak. Dia tidak bisa membedakan," ucap Gus Sholah.
Terlepas dari itu, menurut Gus Sholah, Viktor sudah seharusnya meminta maaf kepada partai yang telah dituduhnya atau pun kepada umat Islam.
"Mestinya iya (Victor minta maaf)," kata Gus Sholah.
Berikut isi penggalan pidato Victor yang tersebar di jejaring sosial:
"Kelompok-kelompok ekstremis ini mau bikin satu negara lagi, tak mau di negara NKRI. Domo ganti dengan nama khilafah. Ada sebagian kelompok ini mau bikin negara khilafah. Dan celakanya partai-partai pendukung ada di NTT. Yang dukung khilafah ini ada di NTT itu nomor satu Partai Gerindra, nomor dua itu namanya Demokrat, partai nomor tiga itu PKS, nomor empat itu PAN. situasi nasional ini partai mendukung para kaum intoleran".
"Catat bae-bae, calon bupati, calon gubernur, calon DPR dari partai tersebut, pilih supaya ganti negara khilafah. Mengerti negara khilafah? Semua wajib solat. Mengerti? Negara khilafah tak boleh ada perbedaan, semua harus solat. Saya tidak provokasi"
"Nanti negara hilang, kita bunuh pertama mereka sebelum kita dibunuh. Ingat dulu PKI 1965, mereka tidak berhasil. Kita yang eksekusi mereka. Jangan tolak Perppu nomor 2 Tahun 2017"