Selasa 08 Aug 2017 08:10 WIB

KPI Lebih Ketat Awasi Iklan Makanan yang Menyesatkan

Rep: Kabul Astuti/ Red: Indira Rezkisari
Iklan makanan/ilustrasi
Foto: ist
Iklan makanan/ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Serbuan produk makanan dan minuman yang menyesatkan bagi anak-anak di layar televisi telah mengkhawatirkan. Komisioner Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Dewi Setyarini mengatakan akan melakukan pengawasan yang lebih ketat terhadap iklan produk-produk makanan tersebut.

"Tetapi memang untuk mencapai hal ini, kita butuh sinergi dari berbagai pihak. Terutama misalnya kalau soal iklan kesehatan kita butuh sinergi dengan BPOM, Kementerian Kesehatan, dan pihak-pihak lain," kata Dewi, di Kemendikbud Jakarta, Senin (7/8) petang.

Dewi mengakui KPI memiliki keterbatasan. Misalnya, dalam mengidentifikasi kesesuaian konten dengan kandungan pada produk makanan tersebut. KPI bisa mengidentifikasi kesesuaian adegan iklan, tapi bukan kapasitas KPI untuk mengecek subtansinya menyesatkan atau membohongi masyarakat terkait dengan kualitas, kinerja, dan harga.

Komisioner KPI ini menyatakan KPI membutuhkan masukan dari BPOM dan Kementerian Kesehatan untuk mengetahui konten-konten atau substansi dalam iklan itu tidak sesuai dengan perizinannya. Menurut dia, perlu dilakukan sinergi dengan banyak pihak untuk menyisir iklan-iklan ramah anak.

Dewi mengatakan ke depan perlu diambil langkah untuk mengawasi agar iklan ramah anak. "Iklan harus sesuai dengan klasifikasi program. Jadi kalau iklannya untuk anak-anak, maka dia harus masuk di jam anak. Sebaliknya kalau iklan itu peruntukannya adalah dewasa, maka tidak boleh masuk di acara anak-anak," ujar Dewi.

Menurut Dewi, KPI pernah menemukan iklan situs 17 plus yang mengarah pada pornografi, atau situs dewasa, tapi masuk di jam remaja. Iklan dewasa seharusnya tayang di atas pukul 22.00 WIB. Yang menjadi kendala, adalah bila akses tayangan itu dilakukan di luar negeri atau lokasi yang memiliki perbedaan waktu dengan Indonesia.

Untuk iklan kesehatan, Dewi mengatakan sampai saat ini KPI belum pernah menerima aduan atau melakukan identifikasi iklan-iklan kesehatan yang tidak sesuai dengan anak. Namun, KPI pernah memberikan peringatan kepada iklan kesehatan yang tidak sesuai dengan perizinan. Peruntukannya untuk pengobatan, tapi dalam iklannya berbunyi pencegahan.

Tidak hanya tayangan iklan di layar kaca atau radio, Dewi mengungkapkan, media sosial dan internet saat ini juga masih menjadi arena bebas. Sampai sekarang masih ada kekosongan tanggung jawab untuk mengawasi iklan-iklan yang muncul di ruang tersebut.

Iklan yang menyesatkan atau membohongi dapat dikenakan sanksi sampai dengan penghentian tayangan sementara sampai produsen mengganti substansi iklannya. "Untuk iklan-iklan yang tidak sesuai dengan standar regulasi kita, kita mulai dari peringatan, teguran tertulis dan sanksi penghentian sementara," kata Dewi.

Secara khusus, Dewi mengatakan pihaknya akan meninjau iklan susu kental manis yang oleh sebagian kalangan dianggap tidak sesuai. Meski disebut susu, Direktur Kesehatan Keluarga dari Kemenkes Eni Gustina menyatakan kandungan yang ada dalam produk tersebut adalah gula dan lemak.

"Kami pertama-tama harus mereview iklannya, kemudian kami tidak bisa sendiri. Kami tetap harus sinergi dengan BPOM dan kemenkes. Karena kami kan tidak mungkin secara detail tahu substansi iklan ini apakah dia menyesatkan atau bohong. Kan kami nggak tahu, bukan kapasitas kami untuk tahu itu," ujar dia.

Lebih lanjut, Dewi berharap BPOM bisa memberikan daftar iklan produk makanan yang tidak sesuai untuk memudahkan pengawasan. Ia mengakui masalah konten dalam iklan ini belum terjangkau secara khusus. Jika selama ini KPI hanya mengawasi program secara umum, ke depan rencananya akan dibentuk tim kerja yang khusus mengawasi iklan.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement