REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Umum Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI) Jimly Asshiddiqie mengingatkan, pemerintah tidak menyalahartikan keberadaan surat keputusan bersama (SKB) antarkementerian yang rencananya segera dikeluarkan.
Jimly menilai, keberadaan SKB memang diperlukan. Namun jangan sampai SKB digunakan untuk melakukan intimidasi terhadap kelompok tertentu.
"Tetapi nanti dalam praktik jangan sampai dipakai untuk persekusi. Sebab bisa melanggar hak asasi manusia. Bangsa kita ini suka (pernah) latah, dan terbukti dalam sejarah tahun 1965 ketika semua orang dicatetin, tetangga abak cucunya dicatetin padahal tidak ada kesinambungan, jadi melebar. Jadi jangan sampai begitu," jelas Jimly kepada wartawan di Kantor ICMI, Menteng, Jakarta Pusat, Rabu (9/8).
Jimly menyarankan agar SKB diimplementasikan dalam bentuk pendidikan moral bagi masyarakat dan juga jajaran pegawai negeri sipil (PNS).
"SKB ini bagus untuk pendidikan moral bangsa. Jangan disalahtafsirkan sebab niat pemerintah baik. Hanya harus diingatkan agar nanti dalam praktiknya jangan sampai berlebihan," tegasnya.
Jimly juga menyarankan bentuk lain dari implementasi SKB dengan cara penataran seperti saat penataran Butir-butir Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila (P4). Penataran dalam bentuk seperti itu sudah lama tidak dilakukan dan dinilai masih diperlukan.
"Selain itu, cara mencegah persekusi juga perlu diingatkan dari sekarang. Para menterinya harus merumuskan sedemikian rupa dan nanti dalam sosialisasi dijelaskan jangan sampai berlebihan," ujarnya.
Sebelumnya, Direktur Jenderal Politik dan Pemerintahan Umum Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), Soedarmo, mengatakan pemerintah akan mengeluarkan SKB untuk melakukan pembinaan terhadap masyarakat dan eks anggota Hizbut Tahrir Indonesia (HTI).
SKB ini merupakan tindak lanjut atas dikeluarkannya Perppu Nomor 2 Tahun 2017 tentang organisasi kemasyarakatan (Ormas). Soedarmo mengatakan SKB akan berbentuk imbauan kepada kementerian dan lembaga terkait yang isinya meminta agar mereka melakukan pembinaan.
"SKB itu bukan ditujukan kepada ormas. Isinya mengimbau, membina dan mengawasi (jajaran di bawahnya), " ujar Soedarmo kepada wartawan di Kantor Kemendagri, Gambir, Jakarta Pusat, Rabu.
Secara otomatis, lanjut dia, SKB juga berlaku bagi pemerintah daerah (pemda). Adapun SKB sendiri merupakan kesepakatan antara Kemenko-Polhukam, Kemenkum-HAM, Kemendagri dan Kejaksaan Agung. SKB dibuat tanpa ada unsur memaksa untuk melakukan penindakan.
"Isinya hanya imbauan, hanya lima langkah yang harus dilakukan. Mengimbau dan melakukan pengawasan di lingkungan kementerian," tegas Soedarmo.