Rabu 09 Aug 2017 22:15 WIB

IMM: Ada Politisasi di Balik Protes Kebijakan Mendikbud

Mendikbud Muhadjir Effendy
Foto: ist
Mendikbud Muhadjir Effendy

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM) menganggap ada indikasi politisasi kebijakan di balik protes keras Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) terhadap kebijakan sekolah 8 jam Senin-Jumat yang dikeluarkan Mendikbud Muhajir Effendy.

"Saya melihat ada indikasi politisasi kebijakan yang dilakukan oleh PKB untuk kepentingan politik di basis warga NU. Ada indikasi mengambil hati dan meraih simpati warga NU agar semakin membangun popularitas PKB di kalangan NU," kata Ketua Umum Dewan Pimpinan Daerah Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM) DKI Jakarta, M Huda Prayoga dalam siaran persnya kepada Republika.co.id, Rabu (9/8)

Huda menambahkan, ancaman tersebut hanyalah dagelan politik. "Saya pikir kalau PKB konsisten dan serius dengan ancaman tidak mencapreskan Pak Jokowi di 2019, baiknya PKB keluar dari koalisi pemerintah dan menarik menteri-menterinya dari Kabinet Kerja Jokowi. Jika itu tidak dilakukan, maka ancaman PKB itu hanyalah dagelan politik," kata alumnus Ponpes Al-Ishlah Lamongan ini.

Lebih lanjut, Huda menyatakan ancaman tersebut menurunkan wibawa presiden. "Ya, kalau orang nomor satu dengan kinerja yang cukup memuaskan rakyat terus diancam kayak gitu, ya turun dong wibawanya. Apalagi ancaman tersebut berdasar dari kebijakan pembantu presiden yang berikhtiar keras untuk mensukseskan Nawacita presiden. Saya pikir ancaman ini layak menjadi kajian dan pertimbangan presiden dan partai-partai yang akan kembali mengusung Pak Jokowi di 2019," katanya

Sebelumnya, PKB mengancam tidak mencapreskan Jokowi di 2019 jika tidak mencabut kebijakan sekolah 8 jam Senin-Jumat yang dikeluarkan Mendikbud Muhajir Effendy.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
يَسْتَفْتُوْنَكَۗ قُلِ اللّٰهُ يُفْتِيْكُمْ فِى الْكَلٰلَةِ ۗاِنِ امْرُؤٌا هَلَكَ لَيْسَ لَهٗ وَلَدٌ وَّلَهٗٓ اُخْتٌ فَلَهَا نِصْفُ مَا تَرَكَۚ وَهُوَ يَرِثُهَآ اِنْ لَّمْ يَكُنْ لَّهَا وَلَدٌ ۚ فَاِنْ كَانَتَا اثْنَتَيْنِ فَلَهُمَا الثُّلُثٰنِ مِمَّا تَرَكَ ۗوَاِنْ كَانُوْٓا اِخْوَةً رِّجَالًا وَّنِسَاۤءً فَلِلذَّكَرِ مِثْلُ حَظِّ الْاُنْثَيَيْنِۗ يُبَيِّنُ اللّٰهُ لَكُمْ اَنْ تَضِلُّوْا ۗ وَاللّٰهُ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيْمٌ ࣖ
Mereka meminta fatwa kepadamu (tentang kalalah). Katakanlah, “Allah memberi fatwa kepadamu tentang kalalah (yaitu), jika seseorang mati dan dia tidak mempunyai anak tetapi mempunyai saudara perempuan, maka bagiannya (saudara perempuannya itu) seperdua dari harta yang ditinggalkannya, dan saudaranya yang laki-laki mewarisi (seluruh harta saudara perempuan), jika dia tidak mempunyai anak. Tetapi jika saudara perempuan itu dua orang, maka bagi keduanya dua pertiga dari harta yang ditinggalkan. Dan jika mereka (ahli waris itu terdiri dari) saudara-saudara laki-laki dan perempuan, maka bagian seorang saudara laki-laki sama dengan bagian dua saudara perempuan. Allah menerangkan (hukum ini) kepadamu, agar kamu tidak sesat. Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.”

(QS. An-Nisa' ayat 176)

Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement