REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Produksi kompos dari Rumah Kompos Nitikan Yogyakarta mencapai sekitar satu ton per bulan yang kemudian diberikan secara gratis kepada masyarakat sekitar.
"Pupuk kompos yang diproduksi ini dapat dimanfaatkan secara gratis oleh masyarakat dengan syarat tidak boleh dijual kembali," kata Kepala Bidang Pengelolaan Persampahan Dinas Lingkungan Hidup Kota Yogyakarta Udi Santoso di Yogyakarta, Senin (14/8).
Meskipun demikian, kata dia, saat ini sebagian besar kompos yang diproduksi Rumah Kompos Nitikan tersebut baru dimanfaatkan secara terbatas yaitu untuk rukun warga (RW) atau kelompok tani yang mengajukan permintaan.
"Kami juga melakukan pemantauan terkait pemanfaatan kompos agar pupuk tersebut dapat dimanfaatkan secara optimal dan tidak dijualbelikan," katanya.
Udi memastikan kualitas pupuk kompos yang dihasilkan Rumah Kompos Nitikan cukup baik karena sudah diujicobakan untuk perawatan taman dan ruang terbuka hijau publik. "Selain itu, pupuk juga sudah diujicobakan ke lahan pertanian organik yang berada tidak jauh dari Rumah Kompos. Hasil panen pun baik. Artinya, pupuk ini juga cocok untuk pertanian organik," katanya.
Bahan baku kompos yang dibuat di Rumah Kompos Nitikan Yogyakarta berasal dari sampah organik yang dihasilkan warga. Setiap hari, Rumah Kompos Nitikan mengolah 20 ton sampah organik. "Proses pengolahan sampah hingga menghasilkan kompos membutuhkan waktu sekitar tiga pekan. Setelahnya, kompos baru bisa dimanfaatkan untuk membantu menyuburkan tanah," katanya.
Sebelumnya, Kepala Dinas Lingkungan Hidup Kota Yogyakarta Suyana mengatakan, pembuatan pupuk kompos menjadi salah satu upaya untuk mengurangi jumlah sampah yang dibuang ke Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Piyungan.
Ia menambahkan, pembuatan kompos juga bisa dikembangkan di pasar tradisional untuk mengatasi permasalah sampah di pasar. Sampah berupa sayur dan buah bisa dimanfaatkan untuk membuat kompos. "Meskipun luas pasar traidisional terbatas, namun kami akan coba maksimalkan ruang yang ada untuk pembuatan kompos," katanya.