REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anggota Komisi III DPR RI Muhammad Syafi'i menganggap wajar jika masyarakat menaruh curiga atas kematian saksi kunci kasus Korupsi KTP-el, Johannes Marliem yang diduga bunuh diri. Apalagi, kasus megakorupsi yang merugikan negara hingga Rp 2,3 triliun itu, diduga banyak melibatkan elite di negeri ini.
"Jadi kalau hari ini masyarakat menaruh curiga dengan kematian saksi kunci E KTP ini, saya kira itu memang nggak bisa disalahkan. Karena kasus megakorupsi ini kan melilit banyak pihak. Maka menghilangkan saksi kunci itu kan pasti sebuah langkah," kata pria yang akrab disapa Romo saat dihubungi Republika.co.id, Senin (14/8).
Maka dari itu, kata politikus Gerindra itu, harus dibuktikan apakah kematian Johannes tersebut benar-benar bunuh diri apa dibunuh. Namun demikian, Romo merasa tidak yakin aparat penegak hukum bisa membuktikannya.
Apalagi jika berkaca dari kasus-kasus sebelumnya, seperti kasus penganiayaan penyidik senior KPK Novel Baswedan yang tidak kunjung tuntas. Ditambah lagi kasus chating Habib Rizieq yang oleh ahli IT Hermansyah bisa dibuktikan sebagai rekayasa, malah ahli tersebut yang mendapat penganiayaan.
"Perlu dipastikan dia bunuh diri apa dibunuh, dan menjawab ini pasti sangat sulit. Ya kasus Novel Baswedan saja yang indikasinya ada keterlibatan oknum-oknum polisi seperti diungkapkan Novel, sampai hari ini pun belum bisa diungkap. Sama seperti saksi kunci chating Rabib Rizieq dengan Firza Husein, yang secara teknologi bisa dibuktikan itu adalah rekayasa oleh ahli IT yang bernama Hermansyah, kan ujung-ujungnya malah Hermansyah yang hampir mati juga," kata Romo.
Salah satu saksi kunci kasus KTP-El, Johanes Marliem dikabarkan meninggal dunia di Amerika Serikat. Marliem diduga tewas karena bunuh diri di rumah sewaannya di Beverly Grove, Los Angeles, California, Amerika Serikat, Kamis (10/8) pagi waktu setempat. Ia tewas dengan menyisakan luka tembak.