REPUBLIKA.CO.ID,Wakil Perdana Menteri Barnaby Joyce menjadi politisi terbaru yang diterpa isu kewarganegaraan ganda. Hari Senin (14/8) dia meminta High Court (Mahkamah Agung) untuk mengklarifikasi apakah dia berhak duduk di Parlemen.
Dalam pidato singkat di House of Representatives (DPR), Menteri Joyce menyatakan Komisi Tinggi Selandia Baru menghubunginya pada Kamis pekan lalu. Dia diberitahu mengenai adanya kemungkinan bahwa dia merupakan warga negara Selandia Baru karena ayahnya lahir di sana.
Menteri Joyce mengaku "kaget" mendengar kabar tersebut. "Saya selamanya menjadi warga negara Australia," katanya.
Menteri Joyce yang juga merupakan pemimpin Partai Nasional yang berkoalisi dengan Partai Liberal dan saat ini berkuasa di Australia, terlahir di Kota Tamworth, New South Wales pada 1967. Dia mengatakan ayahnya lahir di Selandia Baru namun pindah ke Australia pada 1947 sebagai warga Inggris - sebagaimana halnya warga Inggris lainnya pada saat itu.
Dia menambahkan bahwa konsep mengenai kewarganegaraan Selandia Baru dan Australia belum ada sebelum 1948. "Baik orang tua saya maupun saya sendiri tidak pernah mengajukan permohonan untuk mendaftarkan saya sebagai warga negara Selandia Baru. Pemerintah Selandia Baru juga tidak memiliki daftar yang mengakui saya sebagai warga negara Selandia Baru," katanya.
Menteri Joyce mengatakan solicitor-general (semacam penasihat hukum pemerintah) telah menyarankan agar dia tidak akan didiskualifikasi oleh aturan Pasal 44 dari konstitusi. Namun dia mengatakan telah meminta Mahkamah Agung untuk membuat keputusan mengklarifikasi situasi ini.
Sementara itu PM Malcolm Turnbull mengatakan Menteri Joyce akan tetap menjabat sebagai Wakil Perdana Menteri karena pertimbangan hukum masalah ini sangat mendukung.
ABC News: Adam Kennedy
Pekan lalu Senat Australia telah merujuk empat kasus ke Mahkamah Agung untuk memutuskan berhak tidaknya empat anggota parlemen Australia duduk di lembaga tersebut terkait adanya isu kewarganegaraan ganda.
Mereka adalah Senator dari Partai National, Matt Canavan dan senator dari Partai One Nation Malcolm Roberts. Keduanya akan menyampaikan pembelaan di Mahkamah Agung bahwa agar tidak didiskualifikasi karena dipandang sebagai berkewarganegaraan ganda.
Sedangkan dua Senator dari Partai Hijau - Scott Ludlam dan Larissa Waters - keduanya telah menyatakan mengundurkan diri dari Senat setelah mengakui bahwa mereka berkewarganegaraan ganda saat mendaftar sebagai caleg dalam pemilu lalu.
Mahkamah Agung akan membuat keputusan mengenai proses penggantian kedua senator Partai Hijau tersebut.
PM desak Partai Buruh
PM Turnbull menyarankan Pemimpin Partai Buruh yang beroposisi Bill Shorten agar merujuk juga anggota DPR atau senatornya ke Mahkamah Agung, sehingga dapat diputuskan bersama-sama dengan kasus Menteri Joyce dan politisi lainnya.
PM Turnbull mengatakan, jelas menjadi kepentingan nasional untuk meminta Mahkamah Agung memutuskan apa arti Pasal 44 konstitusi bagi kelayakan seseorang untuk duduk parlemen.
"Dengan sekitar setengah dari seluruh warga Australia memiliki orangtua yang lahir di luar negeri, serta dengan banyaknya negara asing memiliki UU kewarganegaraan yang memberikan kewarganegaraan menurut keturunan, terlepas dari tempat lahirnya, maka potensi bagi banyak, mungkin jutaan warga Australia yang tidak sadar memiliki kewarganegaraan ganda cukup besar," demikian isi surat PM Turnbull kepada Bill Shorten.
"Rakyat Australia harus percaya pada sistem politik kita sehingga mengatasi ketidakpastian ini sangatlah penting," tambahnya. Shorten belum menanggapi surat PM Turnbull tersebut.
Sementara anggota DPR yang juga Menteri Tenaga Kerja Justine Keay kini juga menghadapi pertanyaan tentang kelayakannya duduk di DPR. Pasalnya, dia diketahui baru melepaskan kewarganegaraan Inggrisnya hanya sebulan sebelum masa pendaftaran caleg berkahir tahun lalu.
Formulir pelepasan kewarganegaraan Inggrisnya dikirim ke kantor UK Home Office pada tanggal 9 Mei 2016. Dia menerima tanda terima surat pada tanggal 31 Mei 2016. Namun diketahui, dia menerima konfirmasi bahwa kewarganegaraannya telah dibatalkan barulah pada tanggal 11 Juli atau lebih dari seminggu setelah pemilu Australia 2016.
Diterbitkan Senin 14 Agustus 2017 oleh Farid M. Ibrahim dari artikel ABC News di sini.