REPUBLIKA.CO.ID, SEOUL -- Korea Utara (Korut) dilaporkan telah meluncurkan beberapa proyektil ke laut di lepas pantai timur negara itu, Jumat (25/8). Kemungkinan besar proyektil itu adalah rudal balistik.
Proyektil diluncurkan dari sebuah wilayah di Provinsi Gangwon. Pejabat Korea Selatan (Korsel) mengatakan benda ini terbang sejauh 250 kilometer atau 150 mil. Peluncuran tepatnya dilakukan pukul 21.49 waktu setempat.
Menurut Militer Amerika Serikat (AS) proyektil itu adalah peluru kendali balistik. Peluncuran dilakukan hingga tiga kali, namun seluruhnya gagal saat diterbangkan selama 30 menit.
"Peluru kendala pertama dan ketiga nampaknya gagal saat diterbangkan, sementara yang kedua gagal karena terlebih dahulu meledak," ujar komandan dari Komando Pasifik AS Dave Benham, dilansir BBC, Sabtu (26/8).
Selama ini, Korut mengatakan pengembangan program nuklir merupakan alat pertahanan utama. Namun, sejumlah negara di kawasan Semenanjung Korea khususnya Korsel dan Jepang juga merasa khawatir karena menjadi ancaman utama serangan rudal dan senjata berbahaya lainnya.
Serangkaian uji coba perangkat nuklir, termasuk juga rudal balistik telah dilakukan oleh negara terisolasi itu. Rudal jenis terbaru yang membuat kehebohan adalah Hwasong-14 dan pertama kali diuji coba pada 4 Juli lalu. Senjata ini dikatakan mampu membawa hulu ledak nuklir besar dan menjangkau daratan AS, khususnya wilayah Alaska.
Dalam uji coba terbaru Hwasong-14 pada 28 Juli lalu, rudal memiliki jangkauan dan kekuatan yang lebih tinggi. Rudal mencapai ketinggian 2314,6 dan terbang sejauh 620 mil hingga akhirnya mendarat di perairan pantai timur Semenanjung Korea.
Atas serangkaian uji coba perangkat nuklir yang dinilai sebagai tindakan provokasi, Dewan Keamanan PBB telah memberikan sanksi terhadap Korut.
Pertama kali sanksi diberikan pada 2006. Pada 5 Agustus lalu, dewan tersebut juga mengeluarkan sebuah resolusi untuk memberlakukan sanksi ekonomi terbaru terhadap Korut. Dengan sanksi ini, pendapatan ekpor yang dimiliki negara terisolasi itu dapat berkurang hingga tiga miliar dolar AS.
Resolusi yang dirancang oleh AS, sebagai salah satu anggota tetap dewan itu membuat tidak diizinkannya ekspor sejumlah barang tambang diantaranya batu bara, besi, dan bijih besi. Kemudian, makanan laut juga tidak diperbolehkan untuk diekspor dari Korut. Selain itu, jumlah pekerja dari negara yang dipimpin Kim Jong-un itu yang bekerja di luar negeri juga tidak dapat diperbanyak.
Meski resolusi terbaru dari PBB telah dikeluarkan, Korut menegaskan bahwa pihaknya akan terus mengembangkan program nuklir. Negara yang dipimpin Kim Jong-un itu juga tidak khawatir dengan adanya alat pencegah senjata nuklir yang dimiliki AS dan bertujuan mengancam mereka. Termasuk dengan rencana untuk meluncurkan rudal ke wilayah Guam pada pertengahan bulan ini.
Tetapi, pada 15 Agustus lalu Kim Jong-un mengatakan Korut terlebih dahulu hendak mengawasi tindakan AS, sebelum meluncurkan rudal untuk menyerang seluruh Guam. Pemimpin muda itu menjelaskan pertimbangan ini didasarkan adanya tujuan mencegah bentrokan militer yang berbahaya.
Kim Jong-un juga mengatakan pertimbangan ini bertujuan mencegah bentrokan militer yang berbahaya. Karena itu, ia sepenuhnya harus mengawasi tindakan AS sebelum akhirnya membulatkan keputusan untuk meluncurkan rudal ke Guam.
Ketegangan antara Korut dan AS telah terjadi dalam beberapa waktu terakhir. Ancaman program nuklir Korut juga sebelumnya diperingatkan oleh Presiden AS Donald Trump untuk dapat dibalas dengan tindakan keras berupa aksi militer.
Pada April lalu, sejumlah kapal kelompok angkatan laut dari negara adidaya itu juga telah ditempatkan di Semenanjung Korea sebagai langkah antisipasi.
Belakangan, AS dilaporkan telah menerbangkan dua pesawat yang mampu meluncurkan bom B-1B supersonik di atas Semenanjung Korea.
Bersamaan dengan itu, jet milik Jepang dan Korea Selatan (Korsel) juga bergabung, seperti apa yang diminta oleh Duta Besar AS untuk PBB Nikki Haley bahwa dua negara itu harus berbuat lebih banyak dengan adanya uji coba rudal terbaru Korut yang berjenis Hwasong-14.