REPUBLIKA.CO.ID, SUKABUMI -- Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat mencatat dari Januari-Agustus 2017 sebanyak 26 anak di bawah umur menjadi korban kekerasan seksual.
"26 anak yang menjadi korban kekerasan seksual tersebut berasal dari 23 kasus berbeda yang ditangani kami pada tahun ini," kata Ketua Harian P2TP2A Kabupaten Sukabumi Elis Nurbaeti, Rabu (30/8).
Anak yang menjadi korban tersebut tidak hanya berjenis kelamin perempuan saja, tetapi untuk lelaki pun cukup banyak. Dari hasil pendataan yang dilakukan pihaknya ternyata meyoritas pelakunya merupakan orang yang dikenal korban.
Adapun pelakunya adalah keluarga, tetangga, bahkan ada gurunya sendiri. Sehingga ini membuat miris pihaknya sebab selama ini anak masih dianggap orang dewasa adalah merupakan makhluk lemah yang muda diperdaya dan dieksploitas, padahal seharusnya dilindungi.
Maka dari itu, untuk mengantisipasi dan memberantas pedofilia peran orang tua sangat penting untuk menjaga tumbuh kembang si anak. Seperti mengawasi tempat bermainnya dan memantau dengan siapa saja si anak bermain.
"Komunikasi yang baik di keluarga pun bisa mencegah terjadinya kekerasan seksual. Selain itu, sejak usia dini si anak pun sudah harus diberikan pemahaman tentang area sensitif tubuhnya sehingga minimalnya bisa melindungi dari orang lain yang akan berniat jahat," tambahnya.
Di sisi lain, Elis mengatakan di Kabupaten Sukabumi, anak tidak hanya menjadi korban kekerasan seksual saja tetapi ada juga yang menjadi korban penganiyaan, penculikan, anak hilang hingga penelantaran.
Bahkan, belum lama ini terjadi aksi bullying yang menyebabkan seorang pelajar kelas II SDN Longkewang, Kecamatan Cicantayan meninggal dunia akibat dianiaya rekan sekelasnya sendiri.
Kondisi kekerasan di lingkungan anak sudah semakin miris, maka dari itu pihaknya mengajak kepada seluruh pihak untuk menjaga tumbuh kembang setiap anak agar tidak terjerumus ke hal negatif salah satunya pembatasan menonton tayangan televisi dan menggunakan gadget.