REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Pemberantasan Korupsi akan memeriksa mantan anggota DPR dari Fraksi PDIP yang saat ini menjabat Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo terkait penyidikan tindak korupsi pengadaan Kartu Tanda Penduduk berbasis Nomor Induk Kependudukan secara nasional (KTP-el).
"Yang bersangkutan diperiksa sebagai saksi untuk tersangka Setya Novanto (SN)," kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah di Jakarta, Selasa (5/9).
Selain memeriksa Ganjar, KPK juga akan memeriksa enam saksi lainnya untuk tersangka Setya Novanto, yakni anggota Komisi II DPR RI dari Fraksi PDIP Arif Wibowo, tiga orang dari pihak swasta masing-masing Made Oka Masagung, Steven Tirtawidjaja, Santoso Kartono, Karna Brata Lesmana berprofesi wiraswasta, dan Ratna Sari Lubis, seorang ibu rumah tangga yang juga istri dari Chairuman Harahap, mantan Ketua Komisi II DPR dari Fraksi Partai Golkar.
Sebelumnya, Ganjar juga pernah diperiksa untuk Andi Agustinus alias Andi Narogong yang saat ini telah menjadi terdakwa kasus KTP-el. "Ditanya mengenai proses anggaran saja," kata Ganjar seusai diperiksa KPK di gedung KPK, Jakarta, Selasa (4/7).
Ia mengaku saat proses penganggaran pengadaan KTP-e berlangsung secara wajar. "Prosesnya semua berlangsung wajar saja, yang tidak pernah kami ketahui kan yang 'di bawah tangan' dan yang 'di belakang meja'," kata Ganjar.
Ganjar pun juga menyatakan bahwa selama proses penganggaran tersebut, dirinya tidak pernah bertemu dengan Andi Narogong. "Tidak," kata Ganjar singkat.
Sebelumnya, dalam dakwaan dengan terdakwa Irman dan Sugiharto disebut bahwa Ganjar yang saat itu sebagai Wakil Ketua Komisi II DPR dari Fraksi PDIP menerima 520 ribu dolar AS terkait proyek KTP-el sebesar Rp 5,95 triliun itu.
KPK telah menetapkan Ketua DPR Setya Novanto (SN) sebagai tersangka kasus dugaan tindak pidana korupsi pengadaan paket penerapan KTP berbasis Nomor Induk Kependudukan secara nasional (KTP-el) Tahun 2011-2012 pada Kemendagri.
Setyo Novanto disangka melanggar pasal 2 ayat (1) atas pasal 3 UU No. 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Korupsi jo pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.